Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Si Cantik dan si Jelita

9 Juli 2024   17:16 Diperbarui: 12 Juli 2024   14:19 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Si Cantik dan si Jelita

Dari kecil, aku memang menyukai hewan peliharaan. Saat masih kanak-kanak hingga remaja, ikut kakek nenek di desa, kami pernah memiliki tiga ratusan bebek, termasuk angsa dan entog. Ayam kampung pun sengaja diternak guna menambah pemasukan ekonomi keluarga. Namun, kucing belum pernah aku memeliharanya.

Sejak pindah ke rumah timur, karena beberapa kali ada pencuri, kami memelihara anjing pemberian teman. Demikian juga seekor kucing persia tua warisan salah seorang wali murid les yang harus pindah ke luar pulau. Apalagi kondisi rumah dan halaman sangat luas sehingga memungkinkan untuk memelihara hewan tersebut. Pernah juga memelihara ayam kampung, tetapi sayang kami pelihara secara lepas tanpa kandang sehingga kotorannya ke mana-mana. Termasuk merusak cat kendaraan roda empat karena mereka tidur di atap kendaraan. Hmm, pagi-pagi saat hendak berangkat ke kantor harus kerja bakti mencuci mobil, mana tahan? Terpaksalah harus direlakan. Tidak memelihara ayam kampung dulu selama tidak memiliki kandang.

Beberapa  tahun vakum tidak memiliki hewan piaraan, lima tahun silam kami memutuskan untuk mengadopsi kucing kampung guna mengusir tikus. Ya, karena rumah dekat sungai, tikus lumayan banyak membuat risih juga. Jadilah kami mengambil Miska, seekor kucing jantan sejak ia masih kecil. Namun sayang, karakter kucing ini kurang bagus sehingga dua tahun silam terpaksa dikembalikan ke habitat semula. Alam liar!

Seekor anak jantan yang dibawa Miska saat itu, berkarakter tenang, santai, tidak suka mencuri,  tidak suka onar alias perang, dan sangat sabar. Nyaman sekali memilikinya.  Memang aku pernah memarahi Miska dengan mengatakan, "Kalau kamu nakal, aku akan cari kucing putih bermata biru, loh!" Eh, ternyata ... suatu saat ia membawa anaknya seperti yang kuminta. Bulu dominan putih, dan anehnya bermata biru seperti keinginanku! Wuihhh, mrinding rasanya. Kok pingin kucing saja didengar dan dikabulkan oleh-Nya! Meskipun lewat si Miska, aku tahu itu adalah pemberian Tuhan!

Lucunya lagi, sekitar sebulan silam, si Kumoru (Kucing Moto Biru) membawa seekor anak betina berbulu warna oranye. Awal datang si anabul tampak stres berat dan buang air besar sembarangan di mana-mana. Saat datang malam itu, aku benar-benar kerja rodi membersihkan kotorannya hingga mencuci dua buah seprei sekaligus. Sungguh aduhai.

Namun, karena suami yang biasanya tidak suka kucing apalagi betina, tampak sangat senang,  aku melakukannya dengan sukacita. Kasihan sekali kalau sampai mengeong-eong tak terurus seperti biasanya. Selain berisik, juga harus rela membawanya pergi jauh dengan menggunakan kendaraan roda empat.

Karena bawaan si Kumoru, mungkin salah seekor anaknya sebagaimana ia dulu juga dibawa oleh Miska, bapaknya, suami bilang boleh mengurus si Orange. Akhirnya kuberilah nama si Cantik.

Ya, wajahnya memang cantik sekali. Seolah Tuhan melukis wajahnya dengan hiasan simetris. Bahkan, dengan seuntai kalung alami berwarna cokelat gelap melingkari lehernya. Pada hari kedua atau ketiga, si Cantik sudah makin jinak dan lucu. Selalu mengekor bapaknya ke mana pun pergi. Namun, dasar bapaknya suka berada di luar rumah, si Cantik pun harus tinggal bersama kami, di rumah saja.

Satu hal yang menggembirakan atas kehadiran si Cantik sebagai berikut. Hari ketiga atau keempat ia di rumah, sudah jinak, tetiba ada ular hijau jatuh dari dahan rambutan tepat di depanku. Untunglah ada si Cantik yang trengginas. Secara refleks ia kejar si ular hingga ke dekat dinding pagar sehingga saat suami kuteriaki, beliau langsung ikuti si Cantik. Ternyata, si ular diam di dekatnya sehingga suami dengan gampang menjepit dan sesegera mungkin membuangnya ke sungai dekat rumah. 

Mengenai ular ini sejak kecil aku memang sangat takut dan trauma. Pernah saat  baru-baru tinggal di rumah timur ini kulihat ular di jeruk purut tambulampot. Aku berteriak kencang, anehnya kakiku bagai terpaku. Suami langsung memukul ular tersebut. Ternyata ada dua ekor ular hijau yang sedang bersenggama. Duuhhh ....  Itulah sebabnya, kami berdua bertekad memelihara kucing. Di samping untuk mengusir tikus, juga mewaspadai kehadiran ular. 

Ya, rumah timur ini memang di tepi sungai dengan rumpun bambu cukup lebat sehingga dihuni oleh beberapa jenis ular, burung ruak-ruak, dan nyambik yang dengan leluasa bisa bertandang ke rumah kapan saja. Apalagi aku pecinta tanaman buah. Berbagai buah jika sedang musim akan mengundang burung trocokan, kutilang, termasuk tupai. Adapun tekukur dan perkutut memang kusediakan nasi basi agar bisa makan sepuasnya di halaman luas sebelah rumah kami.  

Si Cantik ini sangat pintar. Jika mesin cuci sedang menggiling, ia selalu menunggui di depan jendela sambil melihat perputaran cucian. Tentu saja kepalanya ikut menggeleng ke arah cucian bergerak. Nanti, jika air kotor keluar dan mengalir, ia akan mengikutinya. Bahkan, kaki depannya mencoba menyentuh air, lalu mencicipinya. Jika kakinya terkena air, ia akan mengibas-ngibaskan juga. Seolah-olah ingin tahu, gerangan apakah yang sedang mengalir itu. Pintar, sekali bukan? Seolah ia mencari tahu segala sesuatu yang terasa asing dan baru buatnya. 

Tingkahnya begitu lucu dan menggemaskan. Apalagi jika kuberi sejenis tanaman yang disebut gancing, konon katanya ganja kucing. Wuah, tampak sangat senang dengan mengendus dan menjilat-jilat akar tanaman semak itu. Akan tetapi, minggu lalu ia sakit selama tiga hari. Tumpah-tumpah, tidak mau makan, dan kurus sekali. Aku sampai menangis malam hari  memohon-mohon kepada Tuhan agar ia diberi kekuatan dan kesehatan. Rupanya, kata suami, si Cantik makan tikus. Sama seperti kucing sebelumnya, setelah makan tikus selalu tumpah-tumpah tidak bisa makan apa pun. Bersyukur, hari keempat kian pulih. Agar tidak dihidrasi, kuberi minum air gula merah. Syukurlah saat ini kesehatannya sudah pulih kembali.

Minggu lalu kami kedatangan lagi seekor anak kucing dengan warna bulu sama, orange! Persis sekali dengan si Cantik. Seolah-olah dua ekor kucing kembar! Namun, rupanya jenis lain. Ekornya tampak mengembang sebagaimana jenis Persia. Datang masuk di kamar suami dan malam itu menggelendot manja di kaki suami. Tentu saja suami berteriak kegirangan sekaligus kegelian.

Ternyata, suami sangat senang dan berniat mengadopsinya. Ya, sudah. Jadilah aku pawang anak kucing kembali. Karena sama-sama betina, anak kucing ini kuberi nama Jelita. Masih kecil sehingga aku harus mengurusnya dengan teliti dan telaten. Seperti biasa, membuang kotoran, mengganti pasir, dan memberikan makan serta minuman secara kontinue dan konsisten.

Yang agak sulit karena si Cantik sudah terbiasa tidur denganku, jadi aku harus membagi waktu kapan harus dengan si Jelita. Awalnya, si Cantik memang cemburu. Kalau bau bajuku bau si Jelita, saat mendekati si Cantik ia menggeram. Namun, kuakali dengan ganti baju, tetapi baju lama kujadikan alas tidurnya. Jadi, mau tidak mau ia harus membiasakan diri mencium aroma si Jelita. Saat ini hari keenam si Jelita tinggal di rumah, rupanya si Cantik sudah cukup beradaptasi. Hanya, aku belum berani mempertemukan mereka berdua.

Kedua gadis kecilku itu hanya saling melihat dari kejauhan, paling dekat terjeda kaca pintu rumah. Ya, jika si Jelita masih berada di dalam rumah, si Cantik berada di luar rumah. Kalau dari segi usia, perkiraanku sih si Jelita sekitar usia empat bulanan, sementara sepertinya si Cantik sekitar tujuh bulananlah. Hehe ... tidak tahu pasti soalnya.

Uniknya, si Cantik ini pandai sekali. Ia seolah memahami bahasaku, bahasa manusia. Saat tidur, ia selalu memilih berada di kakiku. Jika kupanggil dan aku berpura-pura merintih dengan mengatakan, "Miuuuu ... miuuuuu ....!" sambil mengiba ... ia langsung datang untuk mengecek. Mendekatkan diri melihat mulutku yang merintih-rintih sambil mengeong lirih. Seolah-olah ia ingin menanyakan, "Kamu kenapa?"

Sungguh, bukan suatu kebetulan karena kuuji beberapa kali ia tetap datang seperti itu. Apalagi di malam hari. Langsung, ia merebahkan dirinya di kakiku! Demikian juga kalau ia ingin keluar atau ingin membangunkanku, ia selalu menaiki perutku sambil mengeong-eong. Lucu banget! Membuatku jatuh iba sekaligus jatuh cinta! Makanya, saat ia sakit, aku sampai menangis kepada Tuhan memohon agar diberi-Nya kekuatan dan kesehatan.

Yang masih menjadi PR-ku adalah bagaimana membuat dua gadis orange-ku ini akur. Aku masih memohon kepada-Nya, agar Tuhan memberikan kerukunan kepada dua gadis cantikku ini sehingga hidup berdampingan dengan aman dan nyaman.  Belajar hidup berdampingan dengan ciptaan Tuhan yang lain agar terasah jiwa mengasihi dan mengasihani saja, kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun