Ya, rumah timur ini memang di tepi sungai dengan rumpun bambu cukup lebat sehingga dihuni oleh beberapa jenis ular, burung ruak-ruak, dan nyambik yang dengan leluasa bisa bertandang ke rumah kapan saja. Apalagi aku pecinta tanaman buah. Berbagai buah jika sedang musim akan mengundang burung trocokan, kutilang, termasuk tupai. Adapun tekukur dan perkutut memang kusediakan nasi basi agar bisa makan sepuasnya di halaman luas sebelah rumah kami. Â
Si Cantik ini sangat pintar. Jika mesin cuci sedang menggiling, ia selalu menunggui di depan jendela sambil melihat perputaran cucian. Tentu saja kepalanya ikut menggeleng ke arah cucian bergerak. Nanti, jika air kotor keluar dan mengalir, ia akan mengikutinya. Bahkan, kaki depannya mencoba menyentuh air, lalu mencicipinya. Jika kakinya terkena air, ia akan mengibas-ngibaskan juga. Seolah-olah ingin tahu, gerangan apakah yang sedang mengalir itu. Pintar, sekali bukan? Seolah ia mencari tahu segala sesuatu yang terasa asing dan baru buatnya.Â
Tingkahnya begitu lucu dan menggemaskan. Apalagi jika kuberi sejenis tanaman yang disebut gancing, konon katanya ganja kucing. Wuah, tampak sangat senang dengan mengendus dan menjilat-jilat akar tanaman semak itu. Akan tetapi, minggu lalu ia sakit selama tiga hari. Tumpah-tumpah, tidak mau makan, dan kurus sekali. Aku sampai menangis malam hari  memohon-mohon kepada Tuhan agar ia diberi kekuatan dan kesehatan. Rupanya, kata suami, si Cantik makan tikus. Sama seperti kucing sebelumnya, setelah makan tikus selalu tumpah-tumpah tidak bisa makan apa pun. Bersyukur, hari keempat kian pulih. Agar tidak dihidrasi, kuberi minum air gula merah. Syukurlah saat ini kesehatannya sudah pulih kembali.
Minggu lalu kami kedatangan lagi seekor anak kucing dengan warna bulu sama, orange! Persis sekali dengan si Cantik. Seolah-olah dua ekor kucing kembar! Namun, rupanya jenis lain. Ekornya tampak mengembang sebagaimana jenis Persia. Datang masuk di kamar suami dan malam itu menggelendot manja di kaki suami. Tentu saja suami berteriak kegirangan sekaligus kegelian.
Ternyata, suami sangat senang dan berniat mengadopsinya. Ya, sudah. Jadilah aku pawang anak kucing kembali. Karena sama-sama betina, anak kucing ini kuberi nama Jelita. Masih kecil sehingga aku harus mengurusnya dengan teliti dan telaten. Seperti biasa, membuang kotoran, mengganti pasir, dan memberikan makan serta minuman secara kontinue dan konsisten.
Yang agak sulit karena si Cantik sudah terbiasa tidur denganku, jadi aku harus membagi waktu kapan harus dengan si Jelita. Awalnya, si Cantik memang cemburu. Kalau bau bajuku bau si Jelita, saat mendekati si Cantik ia menggeram. Namun, kuakali dengan ganti baju, tetapi baju lama kujadikan alas tidurnya. Jadi, mau tidak mau ia harus membiasakan diri mencium aroma si Jelita. Saat ini hari keenam si Jelita tinggal di rumah, rupanya si Cantik sudah cukup beradaptasi. Hanya, aku belum berani mempertemukan mereka berdua.
Kedua gadis kecilku itu hanya saling melihat dari kejauhan, paling dekat terjeda kaca pintu rumah. Ya, jika si Jelita masih berada di dalam rumah, si Cantik berada di luar rumah. Kalau dari segi usia, perkiraanku sih si Jelita sekitar usia empat bulanan, sementara sepertinya si Cantik sekitar tujuh bulananlah. Hehe ... tidak tahu pasti soalnya.
Uniknya, si Cantik ini pandai sekali. Ia seolah memahami bahasaku, bahasa manusia. Saat tidur, ia selalu memilih berada di kakiku. Jika kupanggil dan aku berpura-pura merintih dengan mengatakan, "Miuuuu ... miuuuuu ....!" sambil mengiba ... ia langsung datang untuk mengecek. Mendekatkan diri melihat mulutku yang merintih-rintih sambil mengeong lirih. Seolah-olah ia ingin menanyakan, "Kamu kenapa?"
Sungguh, bukan suatu kebetulan karena kuuji beberapa kali ia tetap datang seperti itu. Apalagi di malam hari. Langsung, ia merebahkan dirinya di kakiku! Demikian juga kalau ia ingin keluar atau ingin membangunkanku, ia selalu menaiki perutku sambil mengeong-eong. Lucu banget! Membuatku jatuh iba sekaligus jatuh cinta! Makanya, saat ia sakit, aku sampai menangis kepada Tuhan memohon agar diberi-Nya kekuatan dan kesehatan.
Yang masih menjadi PR-ku adalah bagaimana membuat dua gadis orange-ku ini akur. Aku masih memohon kepada-Nya, agar Tuhan memberikan kerukunan kepada dua gadis cantikku ini sehingga hidup berdampingan dengan aman dan nyaman. Â Belajar hidup berdampingan dengan ciptaan Tuhan yang lain agar terasah jiwa mengasihi dan mengasihani saja, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H