Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gelang Giok (Part 7)

3 Juli 2024   11:33 Diperbarui: 3 Juli 2024   11:41 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Nak, Ayah dan Ibu mohon maaf jika sepagi ini membangunkan kalian. Karena ada kelompok penjahat yang mengincar kita, kalian harus segera kami bawa pergi jauh dari tempat ini. Kita masing-masing akan bersembunyi dahulu di tempat aman. Nanti setelah kondisi memungkinkan, kita akan bertemu kembali! Tolong jangan potong kata-kata Ayah dulu!" Nu membeberkan alasan mengapa mereka harus pergi sepagi itu.

"Iya, Nak. Ini Ibu memberimu masing-masing gelang dan kalung, tolong jangan pernah dilepas sampai kapan pun. Permata dan bentuknya memang sama, Nak. Ayah dan Ibu juga mengenakannya. Ada kalung dan gelang yang bisa kita gunakan dan ini sangat penting sebagai identitas keluarga kita. Ada Kakek, Nenek, kami, dan kalian yang mengenakan gelang giok lengkap dengan kalung ini seragaman. Semoga benda ini akan membantu kita sehingga suatu saat akan berkumpul kembali, amin!" nasihat Ayusti sambil memasangkan gelang dan kalung butiran batu giok yang cukup manis.

Gelang giok itu bermata cokelat indah, sementara kalung panjang untaian giok hijau lebih mungil. Untuk kedua orang tua memilih warna giok lebih tua, sementara kedua putra-putri dipilihkan yang berwarna transparan lebih muda.  Sang ibu langsung memakaikan kedua barang tersebut ke masing-masing pergelangan tangan putra-putrinya. Selanjutnya, ayah dan ibunda pun mengenakan bersama-sama.

Sebenarnya, hati mereka bagai teriris cutter paling tajam, tetapi ditahanlah rasa itu. Mereka berdua berupaya tersenyum di hadapan kedua buah hati yang amat disayanginya. Dielus lembut kepala, rambut, dan wajah mereka sambil berdoa di dalam hati agar Tuhan berkenan menyertai di mana pun mereka akan tinggal sementara harus berjauhan.

"Sssttt, jangan berbicara. Kita sedang berkejaran dengan waktu. Simpan baik-baik apa yang kami pesankan kepada kalian. Kita tidak punya banyak waktu!" lanjut Nu sang ayah sambil memeluk putra-putrinya bergantian dengan sang istri.

"Di mana pun kalian berada, ingat ya, Nak, jadilah anak-anak yang baik. Kalian akan tetap bersekolah, tetapi memang harus beradaptasi. Jagalah adab yang baik karena 'di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung'! Kita semua sedang dalam masa penyamaran demi penyelamatan. Jadi, jangan pernah membongkar rahasia kita! Jangan sembarangan berbicara dengan siapa pun. Jamu jati, ya Nak. Jaga mulut dan jaga hati!" nasihat sang ibu sambil mengelus anak rambut keduanya.

Teruna yang duduk di sebelah kanan sang ibu, sementara Seruni dipeluk di sisi kiri menjadi anak-anak penurut yang tidak berbicara sepatah kata pun. Keduanya cukup kaget, tetapi mereka paham bahwa semua dilakukan demi keselamatan dan keutuhan keluarga.

Jika ditanya, "Bondho opo nyowo," pastilah semua orang akan menjawab dan memilih nyawa. Hal itu karena harta benda tidak ada artinya dibanding dengan keselamatan nyawa.  Itulah sebabnya mereka segera mengasingkan diri agar nyawanya selamat. Masalah harta yang menjadi sumber nestapa dan sekaligus menjadi incaran kaum penjahat ditinggalkan semuanya. 

Memang menjadi aset yang nilai rupiahnya sudah dititipkan ke instansi terkait demi penyelamatan. Hanya benda mati macam bangunan, empang, dan lahan kebun yang masih tampak ada. Sementara surat-menyurat dan lain-lain sudah berada di suatu tempat aman. Ini yang tidak disadari dan diprediksi oleh penjahat licik. Kecerdasannya masih kalah dengan sang pemilik asli.

"Ya, benar! Positive thinking! Percayalah bahwa kita akan berkumpul kembali! Jangan pernah khawatir! Itulah yang disebut ibumu jaga hati!" imbuh sang ayah lembut.

"Teruna, kamu sudah kelas lima. Kamu sulung kami yang cerdas, baik hati, dan sabar. Ibu percaya kamu akan menjadi kakak yang baik dan selalu melindungi adikmu Uni, ya, Sayang!" peluk cium Ayusti kepada sulungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun