Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gelang Giok (Part 5)

1 Juli 2024   11:24 Diperbarui: 1 Juli 2024   11:53 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Heboh di malam Hari

"Mas Adi! Ajak Pak Suyud sekarang juga ke rumah! Bawa identitas lengkap dan beberapa potong baju kalian. Rencana semingguan ke luar kota, ya! Malam ini kalian menginap di rumah induk bersama kami. Apakah bensin kedua kendaraan, aman? Atau masih harus isi BBM?"

Nu, sang juragan muda segera menginstruksikan kepada kedua sopir pribadi untuk bergegas berkemas-kemas. Selanjutnya segera memberitahukan rencana singkat kepergian mereka kepada sahabat dekatnya yang berada di dinas kepolisian. Dikirimnya voice agar tersimpan gawai. Apa yang didengar Ami, apa yang menjadi rencana kepergiannya, semua dibahas dalam voice tersebut.

Secara sembunyi-sembunyi dimintalah sang teman untuk menyelidiki perkembangan aktivitas Geng Genggong yang telah meresahkan dan merugikan kehidupan keluarganya. Siapa dalang di balik semua itu juga diserahkan pengurusannya.

"Agar kita selamat, baiklah kita berpencar lebih dahulu. Jika aku dan istri ke arah barat atau selatan, biarlah Teruna, Seruni, dan Ami bersama Adi ke arah timur. Siapa di antara kalian yang memiliki keluarga di daerah timur?"

"Saya ada rumah kosong di Glenmore, Tuan. Rumah itu bisa kita tempati untuk beberapa waktu ke depan!" kata Suyud sang sopir pribadi yang setia itu.

"Keluarga saya di Ubud, Tuan. Ada rumah singgah yang bisa free, bahkan bisa kita beli, Tuan. Milik Bibi saya yang menikah dengan bule, tetapi suaminya sudah wafat. Jadi, tinggal Bibi saya yang pasti akan sangat senang jika ditemani. Beberapa kali saya diminta menemaninya, tetapi belum terealisasi," kata Adi.

"Oh, oke. Kalau begitu ... kami berdua dengan Mas Suyud siap ke Gleenmore, sementara Mas Adi, silakan membawa Ami, dan kedua putra kami. Kami titip dulu beberapa waktu sampai kondisi lebih baik. Jika segala sesuatunya sudah memungkinkan, kita akan berkumpul kembali. Bagaimana?"

"Siap. Kami akan menjaga amanah sepenuh hati, Tuan Muda!" tutur Adi takzim.

"Untuk biaya hidup kalian, nanti akan saya transfer. Siapa di antara kalian yang punya nomor rekening?"

"Ami punya Tuan," sahut Adi.

"Baiklah. Biaya hidup per bulan akan saya kirim. Pembelian bensin dan makanan dalam perjalanan pun akan kami suplai!"

"Yang perlu kalian ketahui ... perjalanan kita ini bukan dalam rangka berwisata, melainkan pelarian. Kalian berdua berada dalam misi penyelamatan jiwa kami yang sedang terancam. Jadi, mohon maaf, jangan menghubungi siapa pun selama dalam perjalanan pelarian. Nomor HP kalian pun harus ganti baru. Apakah kalian sanggup?"

"Siap, Tuan."

"Saya sanggup, Tuan," Suyud yang sedari tadi diam menjawab sigap.

"Nah, bawa sini HP kalian! Akan saya ganti dengan nomor perdana. Kalian hanya perlu menghubungi beberapa nomor penting kita saja!"

Dengan segera Nu mengganti nomor gawai kedua pengawal setianya tersebut kemudian saling bertukar nomor. Kini, mereka bertiga menggunakan nomor khusus. Sementara, gawai kedua putra-putrinya pun dengan terpaksa dinonaktifkan.

Setelah berubah nomor baru, segera nomor Tamtomo sang reserse yang mengikuti jejak mereka dimasukkan ke dalam ketiga gawai dengan sebutan nama Ketam. Gunanya untuk bisa share lokasi jika sewaktu-waktu ditanyakan. Dengan demikian, mereka tetap terhubung satu dengan yang lain.  

Ayusti dibantu Ami yang mempersiapkan koper berisi pakaian dan perlengkapan penting lain dalam waktu dua jam sudah beres. Setidaknya ada lima koper besar. Setelah itu, segera mempersiapkan makanan minuman yang bisa digunakan sebagai bekal di perjalanan. Masing-masing mobil disendirikan karena tujuan perjalanan berbeda. Memang keduanya semula terarah sama, yakni sama-sama ke daerah timur, tetapi tujuan akhir mereka berbeda.

Agar  kedua putra putri tidak kecewa dan tidak banyak bertanya, mereka berjanji tidak akan melakukan pertemuan. Untuk makan pagi atau pembelian makanan minuman di perjalanan, tidak akan dilakukan di tempat sama. Entah sampai kapan mereka bisa bertemu kembali, hanya Tuhan saja yang mengetahui. Namun, kedua orang tua tersebut tetap berdoa kiranya semua akan baik-baik saja.
 
***  

Setelah berkesempatan istirahat tidur sejenak, Tuan Nu dan kedua sopirnya sudah siap melakukan perjalanan panjang. Pukul 03.30 segera berkoordinasi untuk segera membangunkan kedua putra-putri mereka, Teruna dan Seruni, yang sedang nyenyak tidur.
Kepada keduanya segera diminta mencuci muka dengan tisu basah saja.

"Nak, Ayah dan Ibu mohon maaf jika sepagi ini membangunkan kalian. Karena ada kelompok penjahat yang mengincar kita, kalian harus segera kami bawa pergi jauh dari tempat ini. Kita masing-masing akan bersembunyi dahulu di tempat aman. Nanti setelah kondisi memungkinkan, kita akan bertemu kembali! Tolong jangan potong kata-kata Ayah dulu!" Nu membeberkan alasan mengapa mereka harus pergi sepagi itu.

"Iya, Nak. Ini Ibu memberimu masing-masing gelang dan kalung, tolong jangan pernah dilepas sampai kapan pun. Permata dan bentuknya memang sama, Nak. Ayah dan Ibu juga mengenakannya. Ada kalung dan gelang yang bisa kita gunakan dan ini sangat penting sebagai identitas keluarga kita. 

Ada Kakek, Nenek, kami, dan kalian yang mengenakan gelang giok lengkap dengan kalung ini seragaman. Semoga benda ini akan membantu kita sehingga suatu saat akan berkumpul kembali, amin!" nasihat Ayusti sambil memasangkan gelang dan kalung butiran batu giok yang cukup manis. 

Gelang giok itu bermata cokelat indah, sementara kalung panjang untaian giok hijau lebih mungil. Untuk kedua orang tua memilih warna giok lebih tua, sementara kedua putra-putri dipilihkan yang berwarna transparan lebih muda.  Sang ibu langsung memakaikan kedua barang tersebut ke masing-masing pergelangan tangan putra-putrinya. Selanjutnya, ayah dan ibunda pun mengenakan bersama-sama.

Sebenarnya, hati mereka bagai teriris cutter paling tajam, tetapi ditahanlah rasa itu. Mereka berdua berupaya tersenyum di hadapan kedua buah hati yang amat disayanginya. Dielus lembut kepala, rambut, dan wajah mereka sambil berdoa di dalam hati agar Tuhan berkenan menyertai di mana pun mereka akan tinggal sementara harus berjauhan.

"Sssttt, jangan berbicara. Kita sedang berkejaran dengan waktu. Simpan baik-baik apa yang kami pesankan kepada kalian. Kita tidak punya banyak waktu!" lanjut Nu sang ayah sambil memeluk putra-putrinya bergantian dengan sang istri.

"Di mana pun kalian berada, ingat ya Nak, jadilah anak-anak yang baik. Kalian akan tetap bersekolah, tetapi memang harus beradaptasi. Jagalah adab yang baik karena 'di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung'! Kita semua sedang dalam masa penyamaran demi penyelamatan. 

Jadi, jangan pernah membongkar rahasia kita! Jangan sembarangan berbicara dengan siapa pun. Jamu jati, ya Nak. Jaga mulut dan jaga hati!" nasihat sang ibu sambil mengelus anak rambut keduanya.

to be continued  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun