Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Anyelir (Part 18)

29 Juni 2024   11:33 Diperbarui: 29 Juni 2024   11:54 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Ada Tanda Kehidupan

"Aku jatuh cinta padamu saat kita bersama, lalu jatuh cinta lebih dalam lagi saat kita terpisah."

Memasuki April 1998. Anye mulai merasakan kedut manja sang buah hati. Hatinya sangat riang. Beruntung selama ini tidak mengalami morning sickness, tetapi justru ngebo. Kondisi tahan banting, tetapi tidak terlepas dari yang namanya camilan buah-buahan segar. Makan apa pun tidak menolak. Konon pertanda kalau sang buah hati berjenis kelamin seperti sang ayah. Tidak rewel, tidak manja! Jagoan yang luar biasa! Hal tersebut sangat menguntungkan bagi pasangan muda yang sedang dimabuk cinta.

Namun, kondisi politik dan ekonomi di tanah air sedang genting-gentingnya. Para mahasiswa setanah air telah mempersiapkan agenda untuk meminta pejabat merombak sistem pemerintahan. Satu di antara sekian permintaan mahasiswa adalah penggantian presiden yang sudah 31 tahun mencengkeramkan kuku kekuasaannya di tanah air.

Pemilihan presiden untuk yang ketujuh kalinya itu benar-benar mencorengkan muka masyarakat karena seolah tidak ada pribadi yang mampu memerintah bangsa dan negara Indonesia! Belum lagi harga-harga yang meroket sangat menyengsarakan masyarakat kecil. Tidak puas dengan kondisi yang mendera masyarakat inilah, para mahasiswa di seluruh Indonesia menyuarakan isi hati demi perbaikan dan kebaikan.

Tergerak oleh situasi yang mulai memanas demi memperjuangkan kondisi di tanah air, Jalu berpamitan kepada Anye untuk membantu teman-teman yang sedang berjuang. Dia  meminta kepada orang tua untuk mengirimkan seorang ART guna menemani Anye agar tidak sendirian di rumah. Jalu sendiri berpamitan hendak mengawal teman-teman ke ibu kota negara dengan berkereta api bersama-sama.

Sebenarnya jauh di dalam lubuk hati, Anye tidak menyetujui keinginan sang suami. Dia   ingin melarang, tetapi Jalu tentu saja tidak bisa dilarang-larang. Tekadnya membulat demi membela ibu pertiwi yang sedang kolaps katanya.

Sementara itu, kandungan Anye masuk bulan keempat. Tanda-tanda kehidupan sudah mulai tampak dengan kedut-kedut menggelikan. Lingkar pinggang dan berat badan pun bertambah juga. Maklum dia tidak menolak makanan apa pun. Bahkan, baik orang tua maupun mertua sering mengirim bahan makanan sehingga praktis pengantin baru tersebut tidak pernah berkekurangan.
Baik bagi kedua orang tua Jalu, maupun kedua orang tua Anye, janin yang dikandung oleh Anye ini adalah cucu pertama mereka. Wajar kalau kedua pasang orang tua itu sangat berbahagia menyambut calon cucu mereka sehingga dicurahkanlah perhatian ekstra bagi tumbuh kembang sang calon cucu perdana.

Tidak ada kata krismon bagi keluarga kedua orang tua tersebut karena tingkat ekonomi mereka tergolong mapan. Jadi, meskipun keduanya sudah menikah, dana hidup masing-masing masih didukung penuh oleh orang tua. Malahan masing-masing menambahkan jatah untuk sang calon cucu. Penataan dari Allah secara sempurna, bukan?

Bahkan, agar Anye tidak kelelahan melaksanakan tugas sebagai mahasiswa, orang tuanya setuju untuk memberi seorang ART yang menemani dan membantu aktivitas kerumahtanggaan mereka. Di sinilah peran orang tua yang sangat menyayangi putra-putrinya itu tampak nyata.

Sayang di satu sisi Jalu tidak bisa diam melihat situasi ibu pertiwi yang sedang berduka. Bersama kawan-kawan dari fakultas lain, sekitar lima puluhan persona, mereka pamit untuk mengawal negeri menuju ibu kota negara. Terlebih setelah didengar empat sahabat dari Trisakti harus kehilangan nyawa. Juga kerugian materi yang tiada terhingga.

Tangisan Anye agar Jalu tetap stay di dalam kota pun tidak dihiraukan oleh sang calon ayah. Tekadnya bulat untuk ikut berjuang ala mahasiswa!

"Mas, jangan pergi! Please, dengarkan aku. Prioritas kita adalah permata hati ini!" cegah Anye memegangi lengan kanan sang suami yang pamit hendak pergi.

"Nggak bisa, Sayang! Justru demi putra kitalah aku harus berjuang di garis depan!" ujar Jalu sambil mengelus pucuk kepala dan perut sang istri.

"Aku pasti pulang! Ingat itu!" tuturnya dan segera pergi tanpa bisa dicegah.

Tangisan sang istri ditanggapi dengan senyum dan simbol telapak tangan kanan membuang udara di depan mulut, "I love you my darling!" pungkasnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun