Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Anyelir (Part 13)

27 Juni 2024   18:53 Diperbarui: 27 Juni 2024   19:01 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Rumah Baru

"The beauty of marriage is not always seen from the very beginning but rather as love grows and develops over time." --- Fawn Weaver
Keindahan pernikahan tidak selalu terlihat dari awal, tetapi lebih sebagai cinta yang tumbuh dan berkembang dari seiring waktu.

Siang itu dengan lesu Anye hendak keluar dari kampus berencana untuk mendatangi sebuah warnet sekitar satu kilometer dari kampus. Ada banyak hal yang harus dia tuntaskan sehubungan dengan jurnal yang dia ambil. Flash disk sudah disiapkan dengan rapi agar bisa mengopi hal-hal yang dibutuhkannya dari internet.

Dari jauh Jalu melihat Anye berjalan lambat dan segera berlari mendapatkannya.

"Hai, Say," sapa Jalu, "tak bertemu kamu rasa rinduku menggebu," bisiknya setelah dekat. "Dalam dinginnya malam, tak bisa kuhitung lagi seberapa sering aku memikirkan dan merindukanmu."

Anye tersenyum menatap sang pujaan sambil mengangguk.


"Kau mau ke mana?" selidik Jalu menatap sang kekasih.

"Ke warnet. Ada tugas yang perlu kuambil. Referensi dari jurnal asing. Lalu ke Maestro untuk print out dan dilanjut ke teman yang siap menerjemahkan," tuturnya.

"Mmmm ... ada waktu nggak, sedikiiitt saja!" ujar Jalu sambil menggunakan jemari untuk menggambarkan sesuatu yang tipis.

"Boleh, sebentar saja, yaa!"

"Oke, janji!"

Mereka berdua akhirnya jalan menuju ke luar area kampus. Jalu yang baru saja menempati rumah kosong yang katanya milik saudara itu membawa sang kekasih ke sana. Lokasinya memang agak keluar kota. Dia mengajak Anye ke sana dengan terlebih dahulu singgah di pasar untuk berbelanja beberapa bahan. Tanpa banyak bicara.

"Kita ke mana?"

"Ada, deh!"

Perjalanan memakan waktu sekitar empat puluh menit. Jalu mengajak turun di sebuah rumah yang berada di perumahan premium. Suasana sepi. Maklum masih pagi dan perumahan tersebut belum banyak penghuni. Kalaupun ada, pada umumnya pegawai yang sudah berangkat sejak pagi hari.

Sementara, security di gerbang pun sudah mengenali dan hafal terhadap masing-masing penghuni. Jalu menyapa ramah dua orang bapak berseragam itu dengan sangat santun.

"Ini rumah siapa?"

"Punya keluarga! Yuk, kita ngobrol di dalam saja, lebih santai!" ajak Jalu sambil menggandeng tangan sang kekasih.

Jalu mengajak duduk di sofa yang terlihat masih baru karena plastik pembungkusnya belum diambil semua.

"Hmm ... masih baru, ya!"

"Iya, baru dua mingguan aku boyong ke sini!"

"Ouwh ... enak sekali buat belajar. Sejuk banget, daerahnya!" netra nanar Anye menyapu lingkungan yang cukup indah. Bayu semilir pun siap menyapa kehadirannya di rumah mungil, tetapi tertata indah itu.

"Iya, tenang banget!"

"Bener!" ujar Anye masih memperhatikan suasana sekeliling.

"Ada wifi kok, kamu bisa internetan di sini sepuasmu! Nggak perlu ke warnet!"

"Oh, ya? Kebetulan banget!"

"Ya sudah, internetan aja dulu. Kubuatkan mi jamur sebentar, ya!"

"Kau bisa masak?"

"Bisa, dah biasa, kok!"

Jalu menyalakan komputer dan mempersiapkan saluran internet. Selanjutnya, Anye mempersiapkan flash disck dan segera berselancar mencari data yang dibutuhkannya. Jalu membuat Supermi ditambah jamur tiram dan bayam yang diambil fresh dari halaman. Kalau biasanya hanya membuat satu mangkuk, kali ini dua mangkuk.

"Masih hangat, nih, yuk makan dulu!"

"Tinggal sedikit lagi, sih!"

"Ya, sudah. Nanti kalau dingin kurang enak, jangan protes. Atau kusuapi saja ya, Sayang?" usulnya.

Netra Anye mengerjap dengan indah sambil mengangguk tanda setuju. Maka, disuapinyalah sang kekasih dengan perlahan dan lembut. Hingga suapan terakhir, tugas Anye pun selesai.

"Hmm enak banget ... disuapi. Rasanya tambah nikmat! Apalagi ... jujur baru kali ini aku merasakan nikmatnya mi bayam jamur," puji Anye tanpa basa-basi.

"Hmm, tentu saja. Aku meraciknya dengan bumbu sejuta cinta, kok!"

Anye memandang netra pemuda gagah yang bersikap manis dan lembut itu dalam sekejap.

"Iya, sih. Bedaaa, banget! Terima kasih, ya!" sambutnya.

"Cuma gitu? Ih, pelit, ah!" usik Jalu sambil tetap menyuapkan kudapan hangat itu ke mulut sang kekasih.

"Pelit gimana?"

"Kok ... cuma aku yang memanggilmu dengan kata 'sayang'. Belum pernah kausebut aku dengan panggilan kata sayang, loh! Sebenarnya ... kamu sayang enggak, sih?" protesnya perlahan.

Anye tersenyum sangat manis hingga Jalu ... sejujurnya kelabakan juga, tetapi ditahan sekuat tenaga agar tugas kekasihnya segera selesai. Anye adalah belahan jiwanya. Tidak ada seorang gadis pun yang pernah singgah di dalam hatinya. Maka, dia berjanji akan menjaga rasa cinta itu agar tetap ada dan lestari adanya.

Setelah menyelesaikan pencarian data di internet, Jalu menawarkan apakah Anye memerlukan menge-print hasil selancarnya. Namun, Anye menggeleng sebab masih akan dikelompokkan dahulu. Tidak semua harus di-print out, hanya yang dibutuhkan saja.

"Sayang, kalau kamu perlu internetan lagi, nggak usah ke warnet. Bilang saja sama aku, kita akan menyelesaikannya di sini!"

Anye hanya mengangguk sambil tersenyum sangat manis. Jalu makin gemas melihat kakak tingkat yang telah mengisi hatinya itu. Dia dekati Anye yang sedang berdiri di tepi jendela melihat kawanan kutilang yang sedang menggelepar di dahan pohon langsat di depan rumah itu.

"Waw, ... mereka banyak!" tunjuk Anye ke arah dahan langsat dan amazon yang sedang memamerkan buah jingga merona.

"Iya, mereka gemar berburu buah amazon itu, Sayang! Buahnya manis banget! Kayak kamu!" ujar Jalu mencolek dagu sang kekasih.

"Isshh, ... gombal! Berapa kali rayuan maut ini kauucapkan kepada para gadis, Jalu?"

"Emmm, baru kali ini! Suer! Dan hanya kepada gadis manisku ini: Anyelir! Lengkapnya: Anyelir Puspita Putri Lestari," rajuknya manja.  

"Gombaaal, ah!" gurau Anye menggoda sambil meleletkan lidah.

"No legacy is so rich as honesty. Begitu kata William Shakespeare, 'kan? Aku pun berusaha jujur kepadamu, Sayang. Sebab kejujuran adalah kekayaan yang harus kita pertahankan dan pertaruhkan!"

Sisa hujan semalam menyegarkan dedaunan pepohonan yang sengaja ditanam dan ditata sedemikian rupa. Kawanan kutilang itu berkicau dengan merdu dan indah. Anye sangat menikmati. Ditelengkanlah muka ke arah suara kutilang yang sedang ramai di halaman depan. Jalu melingkarkan kedua tangan ke pinggang ramping sang kekasih.

Melihat kawanan burung kutilang tersebut, Anye mencoba mengingat dan menyenandungkan lagu kesayangan saat masih kanak-kanak, lagu 'Burung Kutilang' besutan Ibu Sud yang sangat terkenal kala itu ....

Di pucuk pohon cempaka
Burung kutilang berbunyi
Bersiul-siul sepanjang hari
Dengan tak jemu-jemu
Mengangguk-angguk sambil bernyanyi
Tri li li li li li li li li
Sambil berlompat-lompatan
Paruhnya selalu terbuka
Digeleng-gelengkan kepalanya
Menentang langit biru
Tandanya suka dia berseru
Tri li li li li li li li li

Pada akhirnya Jalu mengikuti senandung sang kekasih dengan menggunakan suara dua layaknya koor indah. Kedua muda-mudi itu menikmati keindahan lirik lagu sambil melihat burung-burung kutilang yang sedang berceloteh riang di luar jendela.

"Kamu tidak rindu? Hmmm?" bisik Jalu yang masih melingkarkan tangan di pinggang sang pujaan hati.

"Sebagaimana lagu, beberapa penggalan rindu memang harus disembunyikan, bukan untuk disampaikan. Dia hanya perlu dikirimkan lewat doa pribadi. Bagaimana? Jadi, biarlah kusimpan sendiri, hihi ...," seloroh Anye masih menikmati suasana lingkungan dari balik jendela kaca.

Secara spontan, Jalu pun ganti menyenandungkan penggalan lagu 'Nothings Gonna Change My Love For You' yang dinyanyikan George Benson yang naik daun sejak tiga tahun sebelumnya ....

If I had to live my life without you near me
The days would all be empty
Oh, so clearly, I might have been in love before
But it never felt this strong
Our dreams are young and we both know
They'll take us where we want to go
Hold me now
Touch me now
I don't want to live without you

"Suaramu ternyata bagus dan merdu banget, Jalu! Seandainya konsisten berlatih, pasti suatu saat bisa menjadi biduan atau vokalis terkenal, loh!" puji Anye.

"Hmmm, betul. Sayangnya aku belum pernah mengasahnya dan selama ini hanya sebagai biduan kamar mandi saja, hehehe ... pernah ikutan paduan suara, tetapi tak kulanjutkan karena sibuk di organisasi. Padahal,  'All our dreams can come true if we have the courage to pursue them.' Begitu quote Walt Disney yang kuingat. Kamu pernah dengar quote ini juga, kan, Anye?" sambut Jalu.

"Pernah," sambut Anye spontan.

"Kapan?"

"Barusan, hehehe ...!"

"Ah, kamu!"

"Lah, kan memang baru kudengar dari ucapanmu, Jalu! Apa aku salah?" senyum merekah di wajah ayu itu cukup memabukkan juga.

Tetiba, Anye menggelinjang geli karena Jalu mengusilinya. Dia menggeserkan dagu sarat anakan rambut yang belum sempat dicukur itu ke arah tengkuk dan leher jenjang sang primadona dari arah belakang.

"Auww ...," lirihnya.

Hasrat kerinduan yang telah menggumpal menjadi kristal itu makin kental. Kian menggelegak kala terhirup aroma khas peluh sang gadis yang menjadi candu bagi si pemuda perkasa. Pemuda idaman gadis sekampus yang kini kuat merengkuh raga sang kekasih. Spontan mereka berdua langsung terlena oleh situasi mendukung. Dengan  iringan instrumentalia alami, kicau kukila di luar jendela.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun