Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Remah Tercecer

22 Juni 2024   10:25 Diperbarui: 22 Juni 2024   20:15 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Remah Tercecer

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Kemarin tiba-tiba kutemukan jejak facebook lamaku yang tidak bisa kubuka lagi sejak tahun 2012 lampau. Beruntung aku masih bisa menyalin beberapa tulisanku. Ada beberapa yang ingin kuunggah ulang betapa kita harus peduli terhadap lingkungan dan sesama kita.

Saat berangkat bekerja di pagi hari, biasanya sekitar setengah enam pagi, di perjalanan kulihat seorang kakek yang menuntun sepeda bututnya. Dia membawa dagangan entah apa karena aku hanya melihatnya sepintas sambil mengendarai sendiri Starlet kesayanganku. 

Secara fisik seharusnya kakek ini beristirahat saja di rumah karena sudah begitu sepuhnya. Rambut, kerut kulit, dan wajahnya menunjukkan bahwa semestinya dia layak beristirahat dari aktivitas fisik berat. Harusnya tinggal menikmati masa tua sambil melihat anak cucu bersenda tawa. Namun masih saja dia bekerja mengais rezeki demi sesuap nasi. Aku mendesah. Karena kondisiku yang dikejar waktu, aku hanya mampu memanjatkan doa kiranya Tuhan melimpahkan kasih-Nya berlimpah ruah kepadanya. Melihat betapa setua itu beliau masih bekerja, aku pun jadi kian bersemangat.

Sehari setelahnya saat melintas di Jalan Majapahit di seputaran balai kota, aku juga melihat rombongan ibu-ibu yang (maaf) rupanya berasal dari pedesaan. Mereka berkostum sebagai peminta-minta dengan ciri khas tertentu. Baju usang nan lusuh, berkerudung, bertopi, berselendang, dengan atau tanpa membawa suatu wadah sebagai tempat yang siap akan disodorkannya kepada orang yang dijumpainya.

Mereka tampaknya berusia sekitar enam puluhan, masih segar dan sehat, berjalan cepat-cepat sambil tertawa-tawa. Di suatu sudut balai kota mereka berpencar, ada yang ke arah barat, ada yang menuju lurus ke selatan, dan ada juga yang menuju arah utara. Entah mereka mau ke mana, tetapi tampak sangat bersukacita dan ceria.

Ohh, ... baru kuingat bahwa hari itu adalah hari Jumat. Mungkin mereka hendak menuju ke arah masjid. Yang di sebelah selatan tentu saja masjid besar di seberang Sarinah, yang menuju arah barat ke arah masjid dekat Kodim, sedangkan yang ke utara ada masjid di lingkungan kompleks pertigaan jalan Pejajaran.

Mungkin mereka hendak mengais rezeki, menunggu receh yang diluruhkan dari kantong para jemaat yang hendak melaksanakan ibadah Jumat. Aku berharap dan berdoa kiranya Tuhan Yang Mahakasih juga memberikan rezeki kepada mereka.

Meskipun ada sedikit ketakutanku mengenai artikel adanya seorang bos yang sengaja merekrut mereka untuk menjadikannya anak buah dengan memberikan setoran dari hasil meminta-mintanya itu. Konon kabarnya bos tersebut kaya raya karena dengan pekerjaan mudahnya merekrut, mengedrop, dan menjemput anak buah itu menjadikannya bernilai penghasilan fantastis. Entahlah ....

Hari yang kesekian tiba-tiba kudengar lagu dolanan berjudul Jaranan. Mendengar lagu tersebut aku teringat kemarin saat membeli burjo bubur kacang ijo kesukaan di Kayungyun Jalan Sulfat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun