Cinta Super Kilat (Part 2)
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Lucu juga aku nih ... perasaan menggebu-gebu, tetapi kalau berada di depannya mati kutu, lidah kelu, dan badan kaku ... bak robot rusak ... aha ... haha. Semalam aku sampai  memimpikan dia! Ya, ampun ... kacaunya otakku. Mungkin aku sudah lelah menjomlo atau kekurangan kasih sayang ya ... atau bisa jadi kedua-duanya.Â
Namun, jujur kuakui bahwa aliran darahku terasa tak beraturan saat berada berdekatan dengannya. Signal itu mungkin tertangkap juga oleh netranya yang begitu tajam menembus jantungku ini. Tatapan yang menggetarkan hatiku! Meluluhlantakkan pertahananku!
Aku tersenyum-senyum sendiri. Membayangkan seandainya malam sedingin ini berada dalam pelukannya ... ya Tuhan ... ahh ... begitu parahnya pikiranku. Aku kurang pesiar ini nih kayaknya, maka baiklah aku berjalan-jalan agar korsleit  di otakku sembuh! Butuh refreshing!
Usai mandi keramas, mengeringkan rambut dengan hair dryer, aku segera meminta air panas di pos untuk membuat teh hangat. Kali ini pilihanku jatuh pada kembang telang ... kumasukkan sesendok makan madu tawon lanceng ke dalamnya, kuseruput pelan untuk menikmati sensasinya. Beruntung benda-benda keramat itu sudah kusiapkan jauh sebelumnya sehingga tidak tertinggal.
Hah? Benda keramat? He he he ... iya, aku memang penyuka teh herbal. Bukan hanya daun pucuk teh, melainkan juga daun pucuk merah, kembang telang berwarna biru ungu itu, dan bunga rosela yang berasa asam manis. Benda tersebut wajib ada di mana pun aku berada dan siap kapan pun ingin menyeduhnya. Itulah sebabnya aku menyebut sebagai benda keramat yang wajib selalu hadir di dalam tasku! Hal itu karena aku tidak bisa mengonsumsi minuman kemasan, apa pun nama atau mereknya! Sorry, I don't like this!
Kuketuk pintu kamar kakak, kalau-kalau sudah bangun. Namun, tidak memperoleh respons. Artinya kedua kakakku yang pekerja keras itu masih tidur. Ya, kakak dan iparku yang lulusan luar negeri itu memang bekerja hingga larut malam, wajar kalau mereka tidak bisa dan terbiasa bangun sepagi aku. Pukul 07.00 kukira mereka siap bangun. Sepertinya irama hidup mereka seperti itu.
Aku meninggalkan kertas memo berkas kardus kemasan makanan semalam yang kumasukkan di sela pintu kamar, mengabarkan bahwa aku jalan pagi mengitari area penginapan. Kuberitakan bahwa ada termos di kamarku seandainya kakak hendak membuat minuman hangat. Kunci kamar kuletakkan di tempat tersembunyi sebagai antisipasi, tetapi mereka masih bisa mencari dengan mudah. Â Demikian juga kukirim whatsapp dengan isi pesan sama. Mengapa harus kutulis? Ya, takutnya kakak tidak sempat membaca chating-ku. Â
Kolam renang dekat kamarku sudah ada dua orang di sana. Seorang ibu yang duduk di batu besar di tepi kolam, dan satu lagi kupikir putrinya yang sedang berendam, sedang beradaptasi dengan cuaca. Kulangkahkan kaki mengitari area dengan jalan cepat. Singgah di pos, ternyata Mas Bule barusan sampai. Tiga pemuda tampan khas bule tentunya. Mereka yang terbiasa dengan cuaca dingin di musim salju agaknya tidak merasa kedinginan sepertiku.
Kostum training terbaikku terasa belum menghangatkan tubuh ini, tetapi segera kugerakkan badan agar terasa hangat.