Tubuh gangsir mirip jangkrik, tetapi berukuran sedikit lebih besar dengan warna mirip: hitam kecokelatan. Serangga  ini mempunyai kemampuan membuat sarang dengan  menggali lubang di dalam tanah. Di  mulut lubang sarang biasanya terdapat gundukan tanah seperti gunungan kecil.  Banyak  dijumpai di area kebun atau pekarangan rumah dengan kondisi tanah lembab dan gembur.
Jika di area perkebunan, jenis jangkrik ini berpotensi sebagai hama tanaman pertanian. Tidak  jarang mengerat pucuk tanaman dan membawa ke dalam sarang.Â
Karena itu, tidak heran jika di berbagai daerah acap ditangkap untuk dikonsumsi.  Kalau  digoreng rasanya gurih bukan main karena kandungan proteinnya lumayan tinggi.
Ada setidaknya lima anak lelaki dan tiga perempuan yang sedang berburu gangsir di halaman kakek. Jika yang lelaki bertugas mengail, memasang umpan, atau menggelontor, lalu menangkapnya, tidak demikian dengan para gadis kecil. Pasukan mereka ini diminta mengambil air dari sumur dengan ember atau menjaga botol kecap bekas yang telah berisi gangsir hasil tangkapan agar tidak terlepas kembali.
Kalau berburu sore hari, mereka terbiasa menggunakan kail berumpan rambut atau air. Namun, berburu pagi atau siang di tanah tegalan beda cara. Setelah menemukan lubang, anak-anak lelaki akan menggali dengan menggunakan wangkil, cangkul mini. Atau  bisa juga dengan memasukkan 'semut bambu' ke dalam liang. Menggali sekitar 30 cm pasti akan ditemukan penghuninya. Demikian juga setelah semut dimasukkan ke liang, penghuni akan keluar dengan sendirinya.
Setelah hasil perburuan dirasa cukup, hasilnya segera digoreng sangrai dan dimakan bersama-sama.
"Gini, cara makannya! Kepala sama isi perut dibuang dulu!"
"Hmm ... gurih!" seru mereka.
"Besok purnama, kita main jamuran 6, ya?"
"Setuju!"
"Baiklah. Sekarang pulanglah! Sudah malam!" kakek menasihati.