"Hehe ... siapa takut, Kawan. Aku hanya mengingatkan. Berhati-hatilah kalau kau mengata-ngatai teman!" jawab kupu-kupu lagi.
"Sanaa ... pergiii.. !" hardik Bunglon pula.
Tiba-tiba, Â dua ekor kucing muda yang sedang belajar memanjat melompat naik ke dahan trembesi itu. Dua kucing lucu itu sangat agresif. Dengan lincahnya memanjat ke sana kemari pada setiap dahan di pohon besar itu.
Otomatis Bunglon pun terusik oleh ulah dua ekor kucing tersebut. Bunglon marah-marah. Dingangakannya mulutnya lebar-lebar dengan maksud menakut-nakuti dua ekor kucing itu.
Akan tetapi, kucing lincah tersebut justru sangat senang. Mereka berdua mengira Bunglon mengajaknya bermain. Lalu dua kucing itu mendekatinya. Â Keduanya mencoba mencakar dan mengusik Bunglon hingga dia terpojok. Tentu saja Bunglon kalah sehingga terjerembab jatuh ke tanah. Kepalanya tepat mengenai batu besar sehingga membuatnya pusing. Dua ekor kucing itu masih mengejarnya. Tubuh Bunglon dilempar-lemparkan ke atas seolah sebuah bola.
Bunglon pun sekarat. Kupu-kupu yang mengetahui jatuhnya hinggap takjauh dari situ. Ketika dua ekor kucing muda mengetahui kalau Bunglon sudah tidak dapat bergerak lagi, mereka meninggalkannya begitu saja.
Bunglon lemas tak berdaya. Badannya sakit semua kena cakar runcing dua ekor kucing. Kepalanya serasa pecah.
"Nah, apa kataku?" ujar kupu-kupu lembut di dekat kepalanya. Bunglon diam saja merasakan betapa sakit semua badannya.
"Makanya jangan sombong! Jangan menyumpahi sesama hewan! Kalau kamu sendiri yang celaka, maka teman-teman tak mau tahu!" lanjut kupu-kupu.
Bunglon memejamkan mata. Dia tidak tahu apa lukanya akan sembuh. Sekarang dia merasa sendiri. Tak ada satu hewan pun yang menolongnya.
"Bukan yang congkak bukan yang sombong yang disayangi handai dan taulan ...!" sayup-sayup terdengar nyanyian lagu kanak-kanak dinyanyikan oleh sekelompok anak sekolah yang melintas di dekat pohon trembesi itu.