Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 21)

28 Mei 2024   02:25 Diperbarui: 28 Mei 2024   05:55 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Damar Derana (Part 21)


Sepulang kerja, Pambudi menyiapkan makan malam dengan cekatan. Disiapkanlah pula sup buah yang biasa disukai ibu hamil agar rasa mual teratasi. Nadya meminta rujak manis dan Pambudi pun dengan cekatan membuatkannya.


"Mas ...," panggil Nadya perlahan.


"Ada apa, Nok?" jawab sang suami.

"Pusingku kok masih belum sembuh, ya!"

"Sabarlah. Obatnya masih  berproses, 'kan?" jawab Pambudi dengan sabar, "Mau dimanjakan oleh suami?" tanyanya bercanda.

"Ihh, ... !" jawab Nadya memberengut.

"He he siapa tahu anak kita ... ," belum selesai langsung dipotong oleh Nadya.

"Mau dibiasakan manjakah?"

"Boleh juga, Nok!"

"Mas, bagaimana jika orang tuamu menolakku?" tanya Nadya sambil mengernyitkan kedua alis.

"Memang yang menjalani pernikahan siapa? Kita, 'kan?"

"Iya, sih!"

"Kita bukan anak kecil lagi, Nok. Kita tidak pernah bisa meminta hidup kita lurus-lurus saja. Jika terjadi begini begitu, baiklah kita jalani saja dengan berpasrah diri. Bukankah kamu yang meminta kepada Tuhan saat itu untuk bisa hamil? Dan akulah yang dipakai oleh Tuhan untuk menjawab permohonanmu itu. Apakah kita salah? Apakah kita bisa menentukan siapa jodoh kita, jalan nasib kita? Tidak bisa, 'kan?" ulas Pambudi sambil memijati kening Nadya dengan lembut.

Menikmati Hidup  

"Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam. Satu saja. Kita nikmati hadiah dari Tuhan berupa janin di rahimmu ini. Bukankah sudah sekian tahun kamu menunggunya?" lanjut Pambudi pelan tapi sangat mengena.

"Cepat sembuhlah. Jika kamu sudah sembuh, kita bisa pergi ke rumah orang tua kita masing-masing. Bagaimana?"

Nadya hanya mampu mengangguk. Dia bertekad akan menikmati hidupnya bersama Pambudi dengan penuh sukacita.

Pambudi menyuapkan sup buah dengan sangat mesra. Nadya tersenyum manis sekali.

"Tahukah kau, Nok? Berdua seperti ini sudah sangat lama kuinginkan. Maka, jangan kita sia-siakan kebersamaan kita, ya. Ingat, ada buah hati kita yang saat itu kauminta dan kuaminkan! Maka, janganlah memikirkan apa pun yang memberatkan hatimu. Senangkanlah hatimu sebab Tuhan sedang mendengar dan mengabulkan permohonanmu dengan cara yang ajaib. Bayangkan, kamu yang sekian tahun menunggunya, ternyata menunggu aku pulang dari luar negeri. Benar begitu, bukan? Siapa yang menyangka kalau kita bertemu kembali dalam kondisi yang demikian? Nah, mari kita syukuri saja jalan hidup yang telah digariskan-Nya untuk kita!"

Netra Nadya berkaca-kaca mendengar penuturan jujur dari suaminya itu. Dia  meyakini semua yang dikatakan sang suami itu benar adanya. Sungguh suatu karya yang Tuhan lakukan dengan luar biasa!

Nadya pun mulai membiasakan bermanja kepada suami yang sangat sabar itu. Diletakkanlah kepalanya yang pusing di pangkuan suami. Suaminya pun memijat dengan sangat hati-hati sampai Nadya tertidur sejenak.

***

Happy Pregnancy

Beberapa hari kemudian, suatu siang ada kiriman datang melalui ojek online. Nadya sangat bahagia, ternyata Pambudi membelikan masing-masing sebuah gym ball dan birthing ball. Beberapa saat kemudian ada instruktur senam yoga ibu hamil yang datang karena diminta dan dikirim suaminya untuk mengajarinya senam ibu hamil.

Dikirimkannya pula beberapa daster cantik berwarna-warni  ceria dan beberapa baju dalam yang dibeli sang suami di salah satu baby shop terkenal di kotanya. Dituliskanlah pesan di sebuah kartu ucapan, "Happy pregnancy, my love!"

"Ahhh, ... aku benar-benar menjadi permaisurinya ... !" seulas senyum mengembang sambil unboxing kiriman suami. Sengaja dia tidak menuliskan apa pun di pesan Whatsapp agar suami tidak terganggu melaksanakan tugas ganda, sebagai direktur di dua perusahaan sekaligus.

***

Dua minggu setelah mereka meresmikan hubungan, surat cerai Nadya sampai di tangan pula. Sudah lega hati Nadya kini. Maka, Pambudi pun membawa sowan ke orang tuanya jauh di luar kota.

Ketika mereka berdua tiba, orang tuanya sudah menyambut di depan pintu gerbang. Mereka berdua dipeluk dan diciumi dengan hangat. Ibu Pambudi yang masih tampak cantik dan energik di usia kepala lima itu sangat senang mendengar berita kedatangan mereka berdua yang dikabarkan oleh Pambudi dua hari sebelumnya. Pambudi pun sudah menuliskan pada pesannya itu bahwa Nadya sudah berbadan dua.

Pambudi sengaja menuliskan hal itu agar orang tua merestuinya. Dan ternyata benar, mereka sangat bahagia. Bahkan, mereka menawarkan agar Nadya melahirkan di kota kelahiran sang suami itu. Namun, Pambudi menolak karena dia ingin mereka benar-benar mandiri.

Nadya kian berbahagia melihat respons keluarga suaminya itu. Ketika hendak pergi ke rumah orang tua Nadya, ternyata Nadya merasa mudah lelah sehingga berita hanya disampaikannya lewat pesan Whatsapp saja. Nadya berjanji, kelak ketika sudah melahirkan dia akan mengajak si baby datang ke rumah eyangnya itu.

Semula orang tuanya kaget ketika dikabarkan bahwa Nadya yang baru menikah itu dimampukan hamil dengan suami kedua. Merasa sangat surprise. Selama ini Nadya telah mendapat cap sebagai istri yang tidak mampu memberikan keturunan, ternyata kini berbadan dua. Mereka memang tidak mengira sebelumnya kalau suami pertama yang telah menikah mendadak dengan Vivi dan telah memberinya keturunan itu, kini digantikan oleh Tuhan dengan sangat cepat. Mereka sangat senang sebab pikirnya dengan demikian Nadya tidak berlama-lama larut dalam kesedihan.  

Kandungan Nadya sudah semakin besar. Nadya membutuhkan teman di rumah yang bisa menemaninya saat suami tidak berada di rumah. Maka suaminya meminta saudara dari asisten rumah tangga orang tuanya untuk tinggal bersama Nadya.  Bik Irah yang dipilih untuk menemani Nadya di rumah. Bik Irah sangat prigel, masakannya enak, dan usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Bik Irah pun tidak memiliki keluarga lagi karena semua anggota keluarganya tewas saat terjadi banjir bandang beberapa tahun silam.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun