Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 20)

27 Mei 2024   06:02 Diperbarui: 27 Mei 2024   06:28 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Berita Bahagia

Di tempat lain. Nadya sedang berjuang dengan pusing dan mual pula. Ingin berangkat ke kantor, tetapi dia merasa tidak mampu melakukannya. Dituliskannya pesan di whatsapp bahwa badannya sedang limbung, lalu tiga puluh menit kemudian Pambudi sampai di rumahnya.


"Bagaimana kondisimu, Nok?"


"Mas, aku pusing banget. Aku tidak bisa bangun ini!"


"Ya, sudahlah. Jangan dipaksakan. Ada acara apa hari ini?"


"Banyak sih, sebenarnya. Aku pun belum ngabari sekretaris!"


Tiba-tiba Nadya mual bukan kepalang. Pusing, mual, membuatnya kebingungan. Di depan Pambudi pula.


"Uhh ... ," Nadya menutupi mulutnya dengan secepatnya takut tumpah di tempat yang tidak semestinya. Segera dia berlari ke toilet. Pambudi mengikutinya tanpa diminta.


"Ehh, Nok. Kita ke dokter saja, ya. Perasaanku nggak enak, nih. Kayaknya kamu hamil!" kata Pambudi sambil memegang tangannya dengan lembut.


"Kita harus segera menikah, Nok! Janganlah menunggu dan menangguhkannya!"


Nadya terbelalak. Ia baru sadar bahwa sejak tiga bulan lalu, sejak mereka berhubungan malam itu, dia tidak memperoleh tamu bulanan lagi.


"Ya, Tuhan! Benar deh, Mas! Aku lupa. Sudah tiga bulan tamu bulananku tidak datang!"


"Nah, makanya kita harus cek ke dokter dulu, kemudian kita persiapkan secepatnya pernikahan kita!"


"Ayo, cepat ganti baju dulu. Kita mau ke dokter mana?" tanya Pambudi sabar. "Kuantar ke temanku saja, ya?"


Kali ini Nadya harus menurut saja apa kata Pambudi. Ke mana pun Pambudi membawanya, Nadya menurut sambil sesekali memegangi kepala dan perut yang terasa bagai diaduk-aduk.


"Selamat, Pak, Bu ... Ibu hamil, usia kandungan sudah sekitar 16 mingguan, atau empat bulan jalan. Nanti ketika usia kandungan sudah lima bulan, baru diketahui jenis kelaminnya. Maka, jangan keburu USG dulu. Tetapi karena usia Ibu sudah 29 tahun, maaf, saran saya, Ibu harus ekstra hati-hati menjaganya. Baiklah, saya akan memberikan vitamin agar kandungannya kuat!"


Pambudi memegangi tangan Nadya sambil menepuk-nepuk punggung tangan itu. Senyum keduanya mengembang sumringah.


"Terima kasih, Dokter!"


"Sama-sama. Oh, iya, sebaiknya aktivitas Ibu harus dikurangi agar tidak mengganggu perkembangan janin!"


"Baik, Dok. Istri saya biar resign saja. Biar saya saja yang bekerja!" kata Pambudi. Nadya pun memukul lengan Pambudi pelan.


"Eh, ... iya, benar harus begitu, 'kan Dokter?"


"Sebaiknya begitu!" kata Dokter.


"Nah, itulah yang harus kita lakukan. Istri harus nurut kata suami, 'kan Dok?" kata Pambudi juga.


Dokter Lusi hanya tertawa mendengar kata Pambudi.


Sesampai di rumah, "Nok. Aku mencintaimu, sangat! Kali ini tolong jaga buah hati kita. Aku tidak mau kamu kenapa-napa. Maka, kamu harus nurut aku!"


"Eh he he ... bagaimana bisa, Mas? Pekerjaan lagi banyak-banyaknya!"


"Tidak, Nok! Bukankah kamu ingin hamil? Nah, kini Tuhan memberimu kesempatan hamil, maka kamu harus mempertahankannya!"


"Iya, sih, Mas!"


"Nah, mulai hari ini aku akan pindah ke rumah ini, atau kamu harus pindah ke apartemenku? Sementara kita menikah siri dahulu, setelah perceraianmu beres kita atur pernikahan kita. Kita selamatkan dulu baby kita, bagaimana?"


"Ya, sudah. Aku nurut apa kata Mas saja!"


"Ok, baiklah!"

Jangan Bekerja Lagi

Hari itu juga, Pambudi menghubungi beberapa orang untuk menyaksikan pernikahan mereka. Orang tua belum dihubungi, tetapi ketika sudah beres mereka akan sowan ke rumah. Sore itu sekitar sepuluh orang, dihadiri Ketua RT, RW, dan beberapa tetangga dekat, Pambudi Abisatya Byakta resmi menikahi Nadya Ella Sulistyawati.


Pambudi memesan nasi kotak di catering langganan kantor untuk dibagikan kepada tamu yang sudah diundang, sementara Nadya harus beristirahat karena kepalanya sangat pusing. Pambudi pun tidak pergi ke kantor, tetapi dengan menggunakan teknologi, dia mengirimkan pesan kepada semua kliennya bahwa transaksi apa pun dilakukannya dengan virtual.


Pambudi izin untuk menengok kantor Nadya dan mengatakan bahwa Nadya dalam kondisi tidak enak badan. Maka semua pekerjaan hari itu dan mungkin selama beberapa hari ke depan akan di-handle oleh Pambudi. Meskipun banyak karyawan yang bertanya-tanya, Pambudi tetap bergeming. Ditanyakannya kepada sekretaris Nadya hal-hal urgen yang harus ditangani dengan segera.


Pambudi pun bertanya kepada relasi Nadya, kalau-kalau mereka tahu latar belakang rumah tangga Nadya. Maka, Pak Sastro yang mengaku mengenal keluarga Nadya bersedia memberikan informasi.


"Iya, Pak Sastro. Izinkan saya, Pambudi, mencari tahu bagaimana kondisi rumah tangga Bu Nadya. Ini saya lakukan agar semuanya baik-baik saja!"


"Baik, Pak! Saya mengenal suami Bu Nadya. Namanya Pak Prasojo, Pak! Tetapi, akhir-akhir ini rumah mereka selalu kosong. Mereka tidak tinggal lagi di sana. Padahal, biasanya Pak Prasojo selalu berangkat bersama Neng Vivi keponakannya yang bersekolah di SMA TH, sedang Bu Nadya berkendara sendiri ke kantor. Para tetangga juga nggak tahu ke mana mereka bertiga pindah rumah. Saya sendiri tidak pernah berani bertanya kepada Bu Nadya. Dengar-dengar Pak Prasojo bekerja di daerah Pandaan kata tetangganya, Pak! Tapi saya tidak tahu dengan jelas!"


"Baik, Pak. Terima kasih atas informasinya. Mulai sekarang sayalah yang akan membantu Bu Nadya menyelesaikan tugasnya! Mohon rekan yang lain memahami. Nanti jika Bu Nadya sudah sembuh, pasti dia akan kembali ke kantor ini!"

***

Menjadi Permaisuri

Dengan mengantongi beberapa informasi penting itu, Pambudi melaksanakan tugas Nadya dengan sebaik-baiknya. Beberapa kendaraan yang direntalkan segera diminta kembali dengan alasan hendak didata ulang dan diganti cat sehingga tampak lebih baru dan fresh.


Sesampai di rumah diberitakan kepada Nadya tentang apa-apa yang ada di pikirannya. Nadya pasrah sepenuhnya kepada Pambudi yang kini telah resmi menjadi suami itu.


Sejak pagi kepala Nadya masih pening sehingga Nadya tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan makan dan minum saja hampir tidak dapat dilakukannya. Jika tidak mengingat janin yang harus sehat dan kuat, tentu Nadya malas makan. Untunglah Pambudi mengirimkan makanan dan buah-buahan lewat ojek online sehingga Nadya bisa memperoleh asupan nutrisi dan gizi yang dibutuhkan.


Jam empat sore Pambudi tiba di rumah. Dia tampak sangat ceria. Dibawakannya Nadya berbagai kebutuhan pokok sehingga Nadya tak perlu repot lagi untuk keluar rumah. Ditatalah buah tangannya di dalam kulkas dan almari makanan dengan rapi.


Nadya sangat beruntung dan bersyukur, ternyata Pambudi benar-benar mandiri dalam segala hal. Nadya tidak perlu repot menyiapkan ini itu untuk keperluan Pambudi. Suaminya itu bukan anak manja, bahkan semua dilakukan oleh Pambudi tanpa bercacat. Maklum hidup sembilan tahun di luar negeri membuatnya mandiri. Justru Pambudi yang membantu Nadya yang sedang mengandung anak pertama mereka pada usia 29 tahun ini.

bersambung 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun