Part 15
Tekad bulat Nadya bukan sekadar angan-angan, melainkan benar-benar direalisasikan. Diwujudnyatakan segala sesuatunya dengan sengaja, penuh perhitungan, teliti, dan hati-hati. Tanpa bicara dengan siapa pun. Perlahan, tetapi pasti. Ia berjalan mendongak sambil menyambut masa depan. Tak peduli walau harus sendiri. Maka, ia sengaja menutup mata terhadap kondisi Vivi yang sedang dan akan lahiran.
Lembaran Baru
Tepat saat Nadya mengusap air mata, Pambudi Setyanto, sang Direktur Utama rekanan kerja yang baru, dengan berwibawa memasuki ruangan. Pambudi sangat kaget karena yang di hadapannya adalah sosok yang sangat dicintai sebelas tahun lalu. Ya, sebelum menikah dengan Prasojo, Pambudi telah jatuh cinta kepadanya. Namun, Pambudi kalah cepat.
Pambudi adalah kakak kelas Nadya sewaktu di SMA Negeri 10, SMA favorit di kotanya saat itu. Setelah lulus SMA, Pambudi melanjutkan studi ke luar negeri. Dia baru pulang setelah mengantongi ijazah doktor. Namun, Pambudi tidak sempat memikirkan menikah. Baru setahun lalu ia pulang ke tanah air. Sepulang ke tanah air, orang tua meminta menggantikan posisinya di perusahaan milik keluarga.
Keduanya salah tingkah. Nadya sangat malu diketahui oleh orang lain bahwa dia sedang berada dalam situasi kurang baik, bahkan sangat bersedih. Hal itu tampak sangat menyedihkan!
Pambudi pun sangat iba melihat kondisi Nadya yang tampak bermuram durja. Maka, pembicaraan kali itu tidak dapat dilangsungkan dengan baik. Nadya berjanji akan melanjutkan pembicaraan keesokan harinya. Meskipun  seharusnya libur, kalender menandakan tanggal merah, ia siap menanganinya.
Ketika Pambudi berusaha menanyakan perihal yang membuatnya menangis, Nadya tidak bersedia mengungkap. Pambudi tahu diri dan bersabar menunggu hingga saat yang tepat untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Nadya.
Pertemuan yang tidak diduga ini membuat Pambudi semakin memikirkan Nadya. Kenangan terindah bersama Nadya yang tidak bisa dikubur baik-baik, kembali menyeruak mengganggu pikiran.
Pambudi sempat menunggui Nadya sesenggukan. Manakala Nadya sudah agak tenang, Pambudi pun mohon diri.
"Apakah kamu yakin bisa pulang dengan mengendarai kendaraan sendiri, Nok?" tanya Pambudi khawatir.
Mendengar panggilan itu, hati Nadya kian teriris. Air mata kembali mengucur deras. Pambudilah satu-satunya yang memberikan panggilan istimewa itu. Nadya tahu Pambudi pernah menyukai bahkan mencintainya. Dari sikap dan perilaku bersamanya, tampak sekali Pambudi menyukainya, tetapi Pambudi tidak pernah mengutarakan sehingga Nadya memutuskan menerima lamaran Prasojo saat itu.