Prasojo pun sangat bahagia saat mengelus perut buncit Vivi dan merasakan sensasi gerakan lincah baby. Mereka berdua selalu tergelak melihat ulah aktif baby itu.
"Aiii ... geliiik, Â ... uuhh aah ha ha ha ... gelik, Nak...!" begitu selalu ucap si calon ibu jika baby bergerak-gerak. Prasojo sangat senang melihatnya.
Prasojo pun mengajak sang istri mendaftarkan Vivi untuk mengikuti senam hamil dan memanggil guru yang akan memandu melakukan senam dengan baik. Melalui guru senam itu Prasojo juga menyewa masing-masing sebuah gym ball dan birt ball yang bisa dimanfaatkan Vivi sebagai sarana menjaga kandungan.
***
Penantian Puluhan Tahun
Nadya jarang menghubungi Vivi meskipun Vivi rutin mengabarkan perkembangan kehamilannya. Paling-paling Nadya hanya membalas dengan emoticon peduli atau gambar daun waru merah darah.
Tiga bulan kemudian, saat menunjukkan pukul 10.20 gawai Nadya bergetar hebat. Akan tetapi, karena sedang melakukan meeting dengan staf, Â Nadya tidak bisa mengangkat telepon yang sedang di-silent itu. Meeting dengan klien baru dan rekanan baru itu membuat Nadya harus terpaku di tempat duduk.
Tepat pukul 13.00 Nadya menutup rapat itu dengan hasil lumayan menggembirakan. Kembali dibukanya gawai yang sejak pagi di-silent itu. Dibukanya pesan Whatsapp yang isinya mengabarkan bahwa Vivi sudah berada di rumah sakit bersalin. Namun, Nadya belum bisa meninggalkan kantor karena sebentar lagi ada pertemuan dengan direktur utama rekanan kerja yang baru.
Dengan meminta maaf, Nadya berpesan agar Vivi tetap sabar, tidak mengeluh apalagi berteriak sehingga tidak menghabiskan energi. Nadya berjanji selepas urusan kantor akan segera meluncur ke rumah sakit. Dipesannya juga kepada Vivi agar tetap tersenyum mengingat sembilan bulan lalu saat menghadirkan buah cintanya itu Vivi juga tersenyum bahagia.
Vivi menjawab, "Saat itu Vivi juga menangis kok, Ma ... karena nyeri sekali dan berdarah-darah. Vivi pikir pasti ada luka di dalam sana sehingga berdarah dan nyeri sekali!"
Nadya tersenyum getir membaca pesan Vivi tersebut. Tiba-tiba teringat pula bagaimana Prasojo memperlakukannya dengan sangat lembut saat mereka berdua  berbulan madu di suatu tempat indah di Raja Ampat sana. Kini semua itu sudah berlalu. Tidak pernah disangka ternyata tepat sepuluh tahun kemudian Nadya memperoleh seorang rival dan sekaligus seorang madu, justru sang keponakan sendiri.