Hatinya sangat bahagia dimampukan memberikan kebahagiaan bagi ayah dan ibu angkatnya. Meskipun tidak terpikirkan sebelumnya, ternyata cinta tulus kepada ayah angkatnya ini telah memberikan kebahagiaan tersendiri. Ya, cintanya timbul seiring dengan pergaulan setiap hari. Cinta yang tumbuh dengan sendirinya. Kata pepatah Jawa, "Witing tresna jalaran saka kulina" karena sudah bergaul sejak kecil, benih-benih cinta itu tumbuh subur di hati.
***
"Mas, kamu harus menjaga perasaan Vivi. Aku minta tolong padamu. Ketika berada di depannya jangan bermesraan denganku. Kamu bisa memperlakukanku biasa saja. Jangan membuatnya cemburu! Lalu, selalu lakukan kepadanya yang lebih mesra sehingga dia bahagia. Satu lagi. Mas harus  melatih menyusui baby-nya, membuat putingnya siap untuk diisap bayi begitu lahir nanti!"
"Caranya?" tanya Prasojo polos sambil menatap nanar.
"Mulai nanti malam, Mas bisa tidur di kamarnya. Tidur di kamarku sesekali saja. Yang penting jangan pernah tinggalkan dia di malam hari. Lalu, berlakulah seolah masih bayi. Perlakukanlah istrimu itu sebagaimana seorang ibu menyusui bayinya. Ah, jangan seolah tidak paham!" Nadya tersenyum tipis.
"Perlakuan itu sangat bagus untuk merangsang syaraf kelenjar payudara, sekaligus membersihkan kotoran di pori-pori puting sehingga pori-pori itu melebar memudahkan aliran susu keluar. Dengan demikian dia akan siap menyusui saat baby lahir nanti. Menurutku, kehamilannya sudah menginjak bulan keenam sebab sudah ada kurasa denyutnya di sana!" kata Nadya datar saja.
"Tolong ingat-ingat dengan baik. Sepertinya usia kehamilannya harus Mas hitung sejak pertama kali Mas melakukanya!"
"Hmmm, ... iya Dik!" gumam Prasojo.
"Kapan Mas melakukannya pertama kali?" selidik Nadya.
"Sejak survei di lokasi penelitian. Saat itu dia kehujanan. Karena  lupa tidak membawa payung, aku membelikan baju ganti. Lalu karena dia sangat kedinginan,  kami mampir ke hotel. Maksudnya semula supaya ia bisa mandi air hangat dan berganti pakaian.  Maaf, Dik. Aku yang melihatnya saat kehujanan tidak tahan. Aku benar-benar khilaf. Sekali lagi, maafkan aku, Dik!"
"Iya, Mas. Nggak apa-apa. Santai saja. Orang sudah terjadi mau gimana. Menurutku ini sudah takdir dari Allah. Kalau selama ini aku berharap ada seorang wanita yang sukarela meminjamkan rahimnya untukku, untuk menampung benih suamiku, dan ternyata wanita itu adalah Vivi, aku rela dan ikhlas Mas. Yang penting bagiku ... Mas memiliki keturunan. Aku ingin Mas bahagia, dan kebahagiaan Mas adalah kebahagiaanku juga!" ujar Nadya dengan jelas dan tegas.