"Jangan berpikir macam-macam. Papa minta, kamu fokus dengan kandunganmu, buah cinta kita! Biarkanlah baby bahagia, ya!" rajuknya dengan manis.
"Tapi ...."
"Nggak pakai tapi-tapian, Sayang. Ingat, kita harus mempertanggungjawabkan cinta kita, baik di hadapan sesama, terlebih di hadapan Tuhan. Kita harus menerima dengan senang hati apa yang sudah diskenariokan oleh-Nya!"
"Kamu telah mempersembahkan semuanya buat Papa, kan? Ingat?"
"Iyaaa ...."
"Nah, mari kita hadapi masa depan tanpa pikiran negatif. Bisa, kan? Semuanya demi si baby, Sayang! Kita telah mengundangnya hadir, jadi ... kita harus memberikan fasilitas dengan baik. Paham, kan? Kamu juga harus ngerti ... kalau ...."
"Apa?"
"Papa ... sudah sangat ingin menimang darah daging Papa! Ini sudah sangat terlambat ...," tetiba netra Prasojo berembun.
"Paaa .... Vivi ikhlas, kok. Papa jangan menangis, dong! Vivi janji akan membuat Papa bahagia," dibawalah tangan Prasojo ke dada meluncur ke perut buncitnya.
Kedua calon orang tua baru itu tergugu dalam tangis bahagia.
bersambung