Tuhan Mahakaya dan Mahakasih! Tuhan sungguh welas asih, dalam hal ini kepadaku yang beberapa kali terhina!
Sakit hati yang kusikapi positif alias  'nglara ati'  itu membuahkan hasil. Perkataan, tepatnya hinaan, Budhe Lilik -- istri pertama ayah kandungku -- telah kubuktikan. Bahwa aku tidak sekadar bermimpi untuk menjadi sarjana, tetapi bahkan hingga magister!
Selanjutnya, perkataan mertua yang kusebut 'kata keramat' yang kutanggapi dengan keinginan membekali ketiga anak sesuatu dalam menyongsong pernikahan pun telah tertunai sudah. Masing-masing jagoan kami, atas berkat Tuhan Yang Mahakaya, telah kami hadiahi sebuah rumah agar bisa ditinggali ketika berumah tangga. Ternyata, mereka malah sudah memiliki rumah dengan hasil jerih payah sendiri. Setidaknya, sudah kami buktikan bahwa anak-anak tidak sekadar membawa (maaf) alat kelamin saja saat menikahi pujaan hatinya. Jangan sampai istilah 'mokondo' itu terulang disampaikan oleh calon atau mertua mereka. Sungguh, sakitnya tuh di sini ... tetapi bersyukur, bisa kuhadapi dengan arif. Bahkan kugunakan sebagai pemacu dan pemicu semangat juang meraih asa dan cita.
Nah, ternyata kesabaran dalam menanti belas kasih Tuhan itu diuji dengan berbagai cara. Salah satunya melalui hinaan. Bukan berasal dari orang lain, melainkan justru berasal dari dalam keluarga besar kita. Oleh karena itu, biarlah kita tetap bersabar menghadapi kondisi apa pun dalam kampus kehidupan ini. Kiranya Tuhan yang menjadi sandaran dan harapan kita, menguatkan kita menapaki lika-liku kampus kehidupan, amin ....
Malang, akhir tahun 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H