Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bukan Sekadar Bermimpi

12 Mei 2024   22:50 Diperbarui: 13 Mei 2024   06:21 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler


Mertua memperkatakan tentangku dengan adik kandung beliau di dapur, sementara kamarku tidak jauh dari tempat itu. Dikata-katainya aku sebagai menantu yang tidak membawa apa pun. Datang hanya membawa (maaf) alat kelamin saja. Satu kata jorok, kata kotor, kosa kata Malang-an ini sungguh menohok ulu hati. Kalau istilah sekarang kena hinaan 'Mokondo' lah. 

Kuliah belum selesai, diajak menikah dan tinggal di rumah mertua, eh ... mertua memberikan signal lampu merah seperti itu. 


Rumah berbara bagai neraka yang membuatku bergelinjang dalam dukacita dan berkubang dalam danau tirta netra! Tiada hari tanpa air mata hanya karena kata tiada tertata!


"Aku mau kita kontrak rumah berdinding bambu asal damai dan tidak mendengar kata-kata itu!" rajukku pada suami kala itu.
Sejatinya suami ikut mendengar dan berusaha menetralisasi suasana, tetapi kata-kata keramat beliau sudah terlanjur merasuki memori hatiku. Bagaikan king guilette merajam sanubariku. Netra sayuku pun makin sembap karena dari muara kelenjar bercucuran tirta bening hangat mengaliri pipi tirusku.


 "Biarkanlah setelah lulus nanti aku bekerja. Jangan pernah melarangku bekerja. Akan kubuktikan bahwa aku bisa membeli sendiri rumah dan kendaraan!" isak dan tekadku di pelukan suami.


Di dada ini ada tekad membahana untuk menunjukkan bahwa, "Aku bisa!" karena itu, begitu memperoleh ijazah langsung aku berkiprah di beberapa tempat. Tidak puas dengan mengajar, sore hari aku masih memberi les privat hingga malam tiba. Berkeliling dari rumah ke rumah agar bisa mengumpulkan modal mandiri. Bahkan, sempat juga aku menjadi dosen terbang di salah satu perguruan tinggi swasta dengan mengajar luar kota.


Pekerjaan apa pun aku terima hingga membuka jasa pengetikan skripsi secara manual. Bisa tidak Anda membayangkan betapa aku bagai gasing? Pagi mengajar di salah satu sekolah swasta sebagai tenaga PNS diperbantukan, siang langsung berangkat ke luar kota sebagai dosen terbang, atau langsung memberikan les privat berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain?

Beruntung suami memahami keinginan dan mendukung sepenuhnya sehingga kewajiban mengurus rumah tangga dibantu oleh salah seorang saudara sepupu dari pihak suami. Itulah sebabnya aku bebas mengais rezeki ke sana kemari.


Tahun pertama pernikahan, lahir buah hati kami yang berturut-turut diikuti kelahiran kedua adiknya. Selama enam tahun pernikahan, kami telah dianugerahi tiga buah hati. Semua lelaki yang kemudian hari kami ketahui memiliki intelegensi tinggi.

Ketika usia pernikahan dua puluh lima tahun, suami memberikan surprise. Dimintanya aku dan ketiga buah hati kami membuka celana panjang wool kenang-kenangan. Ternyata isinya uang ratusan ribu, berjumlah seratus lima puluh juta rupiah! Ahh, ... suamiku yang mantan pegawai bank ini malah menabung di kaki celana panjang yang dilipat sederhana di dalam almari! Ya, Allah ...

Saat itu sebagai kenang-kenangan, kami mewujudkan mimpi untuk memiliki rumah yang kesekian karena bertekad untuk memberi anak masing-masing sebuah rumah agar mereka tidak dihina mertuanya seperti yang kualami!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun