Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tumpangan di Saat Emergency

3 Mei 2024   05:29 Diperbarui: 3 Mei 2024   05:38 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumpangan di Saat Emergency 

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Setiap kita pasti pernah mengalami kondisi yang dapat disebut konyol, lucu, menggelikan, dan menjadi peristiwa terkesan. Kisah hidup kita pasti tidak monoton, bukan? Adakalanya kita terjebak dalam suatu peristiwa yang bagi orang lain dianggap lucu atau menggelikan. Nah, adakah Anda  pernah mengalaminya?

Misalnya ceritaku ini. Sekitar tahun 1995 aku sedang menunggui anak angkatku yang sakit di salah satu rumah sakit swasta. Aku mendapat bagian jaga malam. Beruntung saat itu aku sedang liburan semester sehingga bisa membantu keluarga.

Saat itu pukul 04.00. Aku merasa kondisi pasien ini sangat memprihatinkan sehingga aku butuh waktu untuk berdoa secara khusuk bersama pendetaku. Doa pagi yang sering aku ikuti itu biasanya dilakukan sebelum pukul 05.00. Maka, pagi itu tanpa pikir panjang aku bergegas pulang ke rumah. Pikirku hendak mandi dulu kemudian lanjut pergi ke gereja yang berada tidak jauh dari rumah.

Jarak antara rumah sakit dan rumah sekitar lima kilometer. Ketika berjalan pagi itu ternyata sangat sepi. Tidak ada kendaraan umum. Bahkan, becak pun tidak terlihat. Ya, tidak ada seorang pun yang lewat. Demikian juga kendaraan. Tidak ada sama sekali sampai beberapa lama. Begitu lengang dan cukup menyeramkan juga. Namun, apa lacur. Aku sudah berada di luar rumah sakit. mau tidak mau harus melanjutkan perjalanan.

Aku berjalan sambil agak berlari. Agar tidak terasa takut, aku pun menyenandungkan lagu kidung pujian. Kira-kira perjalanan satu kilometeran, tiba-tiba ada satu-satunya kendaraan melintas. Seingatku model jeep. Melihat aku berjalan tergesa-gesa seorang diri di jalan sepi, sang sopir memperlambat kendaraan. Dia menurunkan jendela kaca mobil dan bertanya kepadaku hendak ke mana.

Aku menjawab berteriak mengatakan hendak pulang, tetapi tidak ada kendaraan umum. Sekali lagi dia bertanya arah ke mana. Aku menjawab arah ke Jalan Surabaya, arah ke Batu. Maka, sopir yang ternyata sendirian itu mempersilakan aku untuk naik kendaraannya sebab ia akan menuju ke Batu.

Aku sangat bersyukur karena berjalan kaki kurang lebih satu kilometer sudah sangat menguras tenaga. Apalagi, tentu saja aku tidak tidur semalaman. Tanpa memikirkan hal negatif apa pun, aku setuju dan segera ikut. Kemudian sopir turun dari kendaraan untuk membukakan pintu buatku.

Setelah duduk di jok depan, sopir mengajakku ke Batu. Aku kaget bercampur takut ketika mencium bau alkohol dan melihatnya agak kurang berkonsentrasi alias limbung. Namun, dengan tegas aku mengatakan bahwa kondisiku darurat. Aku ceritakan anak angkatku yang dalam kondisi menurun sehingga harus segera memohon pertolongan Tuhan dengan meminta bantuan pendeta di gereja. Aku harus ikut doa pagi ini juga karena itu bersikeras pulang meskipun harus berjalan kaki. Aku mengejar waktu untuk bisa ikut ibadah pukul 05.00 pagi itu.

Aku menunjukkan kartu identitasku sebagai penjaga pasien. Kebetulan sekali kartu penanda semacam name tag itu masih bertengger melingkari leherku. Aku juga tetap berdoa di dalam hati agar Tuhan menguasai dia untuk menolongku bukan untuk mencelakakanku. Bersyukur sekali dia tidak memaksa. Diturunkannya aku di perempatan Jalan Bondowoso tidak jauh dari rumah. Aku mengucapkan terima kasih tak terhingga atas tumpangannya.

Walaupun dia mengatakan harusnya ikut dengannya untuk bersenang-senang, aku tetap bersikap sopan menjawab dengan lemah lembut, mengemukakan terima kasih, dan mendoakan keselamatannya. Aku katakan bahwa dia dikirim sebagai malaikat penolong buatku.

Seandainya Tuhan tidak berkarya, kemungkinan aku bisa saja dilarikannya dengan kendaraannya itu. Akan tetapi, Tuhan sungguh sangat baik. Dengan mengirimkan dia melewati jalur jalanku dan mempersilakan aku menumpang kendaraannya, aku bisa ikut doa di gereja pagi itu.

Dua hari kemudian ternyata anak angkatku dipanggil Tuhan. Ternyata anak angkatku itu mengidap kanker peparu stadium akhir. Sementara, aku tidak pernah mengetahuinya.

Terima kasih kepada Tuhan yang mengirimkan orang baik dan memberikan tumpangan padaku di saat aku dalam kondisi emergency.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun