Sang ibu semakin kebingungan sekaligus ketakutan jika mimpi si anak terlalu tinggi. Maka, sang ibu pun sebisanya mengemukakan dengan bahasa sederhana.
"Kita tidak bisa ke sana, Nak! Jauh sekali!"
"Bisa, Bu! Bisa! Aku pasti bisa! Bantu aku ke sana, ya!" sambut si anak dengan sangat antusias.
Sejak saat itu, sang ibu melihat betapa gigih putri kecilnya belajar dan berdoa sehingga menamatkan sekolah lanjutan atasnya dengan sangat memuaskan. Sang ibu berpikir, kini saatnya dia harus membantu si putri yang sudah beranjak remaja untuk menggapai cita-citanya. Meraih bintang! Sang ibu pun menjual harta benda miliknya, rumah, emas, semua perhiasan, bahkan benda berharga lain. Untuk apa? Ya, untuk membantu si putri meraih cita-citanya!
Ternyata masih tetap sangat gigih, si putri memasuki perguruan tinggi yang mengharuskannya hidup dengan disiplin ketat semimiliter. Ya, dia masuk akademi yang akan membawanya meluncur menjadi astronot. Si putri cantik itu akhirnya lolos dan dikukuhkan menjadi astronot putri pertama mewakili negaranya.
Saat diwawancarai di televisi ketika hendak terbang perdana menjelajah ruang angkasa, sang ibu sangat bangga dan bahagia mendengar pengakuannya. Si putri menjawab dengan bangga alasan terbang ke luar angkasa adalah karena sejak kecil mendengar bahwa ayahandanya yang sudah berpulang itu berada di antara bintang-bintang. Maka dengan sangat antusias ia ingin menunjukkan kepada sang ibu bahwa ia bisa menjumpai ayah di atas sana. Dengan menjadi astronot, ia telah mewujudkan mimpinya ingin menuju bintang.
"Karena Ayah adalah sang bintang dan Ibu telah menyediakan sayap untukku, aku siap terbang ke luar angkasa! Mohon doa dan restu seluruh masyarakat," tukasnya menutup wawancara dengan seulas senyum simpul yang sangat manis. Dikatupkanlah kedua telapak tangan di dadanya!
Di rumah, sang ibu yang sedang menonton televisi berurai tirta netra mendengar penuturan putrinya yang sedang berjuang mencari ayah di luar angkasa. Sungguh sangat menginspirasi, bukan?
Nindi pun berpikir keras, "Kalau begitu ... kita juga bisa meraih mimpi, terbang ke bulan menggapai bintang sekalipun. Bukankah Pratiwi Sudarmono pernah menjadi astronot wanita pertama Indonesia pada tahun 1985 saat pemerintah Indonesia bekerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration)? Kalau dia bisa, kita pun pasti bisa. Ya, kalian juga pasti bisa."
Lalu, ia menyemangati dirinya sendiri dalam senandika, "Jangan  lupa tetap menjaga motivasi dan semangat tetap membara, ya .... Yang pertama, jadilah bintang di hati kedua orang tua. Selain itu, berusahalah juga untuk menjadi bintang di kelas, bahkan di sekolah. Yakin saja, kamu pasti bisa! Selamat berjuang!"
Hingga saat ini Nindi masih mengikat erat cita-citanya tersebut di dalam doa. Sesuatu yang sangat diinginkannya itu diserahkan kepada sang pencipta. Doanya tiada pernah putus. Kemilau kejora itu tetap berpendar dan selalu menjadi fokus hidupnya. Â