Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Berselempang Semangat Laskar Pelangi

15 April 2024   20:02 Diperbarui: 15 April 2024   20:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Betapa dilematisnya hal ini! Memberitahukan kesalahan penulisan kosakata, tak memiliki keberanian karena berbagai kendala. Meminta siswa mengoreksi/mengomentari kekurangbetulan tulisan guru di kelas, jelas tak etis. Jika siswa berkomentar tentang hal itu, bisa jadi guru pun tak terima. (Bukankah belum terbudayakan agar siswa menikmati situasi demokratis dengan bebas mengungkapkan isi hatinya di kelas? Siswa pastilah takut mengemukakan pendapatnya apalagi menilai (tulisan) guru. Siswa tak berhak melakukan hal itu, bukan?)

Kendatipun  sikon sangat tidak mendukung, guru bahasa Indonesia harus tetap eksis dan juweh, dalam artian selalu 'mengingatkan' siswa akan kekurangan/kekeliruan penulisan yang dilakukannya. Meminta siswa mendata kosakata asing, menuliskan, mendiskusikan, dan mencari acuan lewat Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan cara cerdik agar siswa pun aktif, kreatif, dan kritis terhadap penulisan kosakata sebagai bagian dari EYD. Mencermati tulisan yang ada di lingkungan (buku paket, LKS, media cetak) sangat membantu melatih siswa untuk menentukan mana tulisan yang benar dan mana pula yang salah (pelatihan editing alias swasunting).

Alangkah bahagia seandainya semua personalia sekolah 'cinta bahasa Indonesia' dengan memperhatikan penulisan kosakata ini. Jika semua guru menuliskan materi, soal, ataupun tugas untuk siswa dengan taat EYD,  siswa pun akan mengikutinya. Bila karyawan sekolah menuliskan surat-menyurat, pengumuman, dan lain-lain sesuai EYD, siswa pun akan melihat betapa cinta kita terhadap bahasa Indonesia. Pada  gilirannya nanti tentulah siswa pun akan demikian karena kita sebagai tokoh identifikasi bagi mereka! Jadi ingat beberapa tahun silam ada istilah Acibi Aku Cinta Bahasa Indonesia yang ditayangkan di televisi. 

'Media cetak' merupakan garda depan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Materi pelajaran ini terkait erat dengan isi media cetak, misalnya berita, tajuk rencana, surat pembaca, segala macam iklan, dan lain- lain. Bagi  guru Bahasa Indonesia, 'media cetak' bak petis yang mengharumkan aroma rujak. Sarana, media, sekaligus dewa penolong dalam pembelajaran. Oleh karenanya, jika para guru Bahasa Indonesia berharap agar penyunting lebih jeli sehingga tidak ada kekurangan penulisan, tidak berlebihan bukan?

Sekalipun perekonomian terpuruk, sarana prasarana belajar kurang maksimal, kondisi di lapangan kurang kondusif, dengan berselempang semangat Laskar Pelangi, mari kita tunjukkan betapa cinta kita terhadap bahasa Indonesia. Menjiplak sebagian larik puisi Chairil Anwar yang berjudul "Diponegoro" dan memadukannya dengan semangat juang tokoh Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata ini, semoga menjadi darah segar yang tertranfusikan ke dalam urat nadi kita. Mari kita songsong masa depan dengan lengan tersingsing, teriring doa, dan karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun