Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sisi Lain dari Swalayan

9 April 2024   07:19 Diperbarui: 9 April 2024   07:27 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seiring kemajuan zaman, (jangan-jangan) istilah swalayan menjadi alasan untuk mengganti 'tidak mau melayani orang lain' alias 'layanilah dirimu sendiri'! Seorang suami harus mau dan mampu masak sendiri, bikin kopi sendiri, mencuci dan menyeterika baju, serta memadupadankan dasi sendiri karena istri sibuk dengan urusan rumah tangga plus urusan dinasnya. Atau di rumah mungkin keluarga menerapkan model 'prasmanan' yakni harus mengambil sendiri nasi di rice cooker dan lauknya di lemari karena istri yang telah menikmati hikmah emansipasi. Hal-hal begini kemungkinan akan menjadi hal lumrah!

Tebersit juga sebuah tanya, "Lalu, apa tujuan pernikahan jika segala sesuatu harus dilakukan secara sendiri-sendiri?"

Tantangan bagi setiap orang tua untuk mempersiapkan putra-putrinya agar mampu melaksanakan semua tugas hidupnya secara mandiri. Mendidik dan melatih putra-putri untuk dapat mengurus diri sendiri merupakan tindakan antisipasi yang cerdas terhadap perubahan zaman. Dengan demikian, kelak putra-putri kita tidak canggung melaksanakan semua tugas mereka. Mulai bangun tidur hingga kembali tidur di malam hari, semua hal harus mampu dilakukannya secara mandiri dan berdikari. Tidak tergantung pada dan bergantung kepada orang lain.

Dengan istilah mampu ber'swalayan' tersebut pasangan beda etnis, khususnya beda negara yang tertayang melalui medsos macam reel dan tik tok pun tampak bahagia. Dengan tanpa canggung sang suami memasak, mencuci, dan membantu mengasuh putra-putri. Sungguh, sempat membuat iri, kan? Sementara, ada juga bagian masyarakat yang beranggapan bahwa memasak dan mengasuh anak adalah tugas dan tanggung jawab seorang ibu. 

Nun, di seberang sana ... sejak usia kanak-kanak tidak dibedakan gender untuk melakukan hal apa pun. Merupakan kelebihan yang sangat penulis kagumi! Tidak ada kata atau istilah, "Memasak dan mencuci piring kotor adalah tanggung jawab istri! Sang suami pun tanpa segan ikut cancut taliwondo untuk membantu sang istri dengan sukacita! Embrio penanaman tugas mulia dengan tanpa membedakan gender! Salut!      

 Itulah barangkali tuntutan zaman yang serba swalayan yang harus ditanamkan juga kepada para putra-putri kita! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun