Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Biarkan Burung Bertandang Bebas

7 April 2024   15:28 Diperbarui: 7 April 2024   15:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Secara  musiman juga dijumpai di sekolah lain yang bertetangga dengan rumah penulis. Malam hari burung itu berada di salah satu sudut gedung lantai tiga. Namun, sambutan pengurus sekolah dan masyarakat sekitar sungguh tak bersahabat.

Burung yang sedang melepas lelah di siang hari itu diburu atau bahkan ditembaki. Tragis, kan? Padahal, mereka ini di malam hari bergerilya berburu tikus sehingga hewan pembawa sampar ini pun tidak merebak.

Keberadaan Burung Hantu ini menyelaraskan, menyelamatkan, dan menyeimbangkan ekosistem alam, menekan jumlah perkembangbiakan dan keberadaan tikus yang sebenarnya cukup meresahkan. Bukannya berterima kasih tikus dimangsa, keberadaannya malah diusik, ditangkap, dan diperjualbelikan di pasar burung atau bahkan ditembaki semena-mena.

           

Kecuali  burung pekicau yang laku dan laris manis di pasaran, burung-burung itu tak lagi diperhitungkan. Bernasib sial. Termasuk  jenis kolibri yang cuma sebesar kelingking ini sebenarnya  cukup membantu dan tak merugikan manusia. Selain kupu,  kumbang, dan lebah yang membantu penyerbukan, burung mungil itu juga menjaga tanaman steril dari hama seperti pudak dan ulat. Keper  dan ulat akan diburu hingga ke balik tiap helai daun, dikudap, dan dimangsanya. Burung predator  ini pun patut dilestarikan agar tanaman buah terselamatkan.

Andai  masyarakat sayang dan cinta akan lingkungan, memedulikan keberadaan satwa di sekitar dan tak memperlakukannya secara sembrono, apa yang diciptakan Tuhan Mahaajaib itu masih dapat dinikmati hingga anak cucu. Generasi mendatang masih menjumpai aneka burung. Bayangkan jika punah seperti dinosaurus, paling kita menceritakannya melalui slide atau foto warna. Sayang, kan? Manusia hanya mengeksploitasi tanpa pernah membiarkannya berkeliaran di alam bebas.

Banyak musisi menjadikan burung sebagai objek inspirasi karya ciptanya. Kutilang karya Ibu Sud, misalnya. Bagi Farid Hardja, burung sebagai duta cinta, "Oh burung ... katakanlah, katakan padanya aku rindu ...."

Kesedihan digambarkan sebagaimana burung terperangkap dan terkungkung dalam sangkar, "Hidupku ini ... ooh ... bagaikan burung. Mata terlepas badan terkurung," (versi dangdut) atau, "Hidup bagaikan seekor burung, dalam sangkar yang terkekang ... oh, kuingin bebas" (versi pop).

 

Bayangkan, bagaimana jika kita menjadi burung yang hanya bisa bernyanyi di sangkar emas! Sedih dan pilu, to?

Back  to nature kembali nge-trend. Banyak orang kembali ke suasana pedesaan dengan suara gemericik air terjun (air mancur) yang (tentu saja) buatan. Memelihara aneka burung berkicau, ayam hutan/bangkok, dan lain-lain agar celotehnya bisa terdengar syahdu sebagaimana suasana alami. Artinya, sebenarnya manusia menyanjung senandung alam ciptaan-Nya. Namun, di alam nyata, manusia ternyata menyia-nyiakan bahkan mengeksploitasi potensi alam secara semena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun