Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata-kata Keramat

31 Maret 2024   08:03 Diperbarui: 31 Maret 2024   08:06 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tergetar. Lunglai seluruh sendiku! Sebenarnya, saat bibi mengantar dari desa, kami membawa satu becak buah tangan berupa hasil bumi khas dari desa. Namun, semua itu tak diingat. Takada artinya memang dibanding harga sepeda motor!

Air mataku membanjir! Sesenggukan! Mas Bojo mendengar sendiri kata jorok olok-olok  ibunda. Dia  berusaha menenangkan dan menghiburku agar tabah menghadapi. Ibunda yang tak pernah mengenyam pendidikan formal itu berprofesi sebagai pedagang daging dan ikan segar di pasar. Karena itu, tutur kata pun terpengaruh oleh milieu -nya: pasar! Beliau tak bisa memilih kosa kata yang lebih halus dan estetis untuk menyatakan keinginannya.  

Dengan isakku, aku memohon agar suami membawaku keluar dari rumah itu untuk mengontrak rumah lain.

"Meski berdinding bambu aku mau Mas, asal tak mendengar kata pedas seperti itu!" rengekku.

Akhirnya, harus menunggu kelahiran putra pertama untuk bisa mengontrak rumah lain. Itu pun, karena bantuan seorang teman baik yang memahami kondisi kami.

Selama menunggu mengontrak itu, aku bolak-balik pulang ke desa agar tidak jenuh mendengar kosa kata aduhai bunda mertua. Yah, kosa kata keramat yang anehnya tak bisa benar-benar kulupakan. Selalu terngiang-ngiang.  

Beruntung kuambil positifnya.  Kukatakan dalam hati dan menjadi tekadku, "Akan kubuktikan bahwa aku bisa mencari harta dengan pendidikanku nanti! Akan kutunjukkan bahwa aku, wanita yang disebut-sebut hanya membawa kelamin ini, akan bekerja keras sehingga bisa membeli rumah dan kendaraan atas nama pribadi dari hasil keringat pemberian-Nya ini!"

Tekad ini pula yang kupatrikan dalam sanubariku dan menyemangati seluruh aktivitas hidupku! Kata-kata itu justru menjadi pemacu dan pemicu semangat juangku!

Singkat cerita, aku lulus! Senangnya bukan main. Betapa tidak, lulus di tengah-tengah dua balitaku. Perjuangan luar biasa, bukan? Tanpa asisten rumah tangga, loh! Itu yang aku sebut hebat! Kuliah, mengasuh dua balita, dan mengurus rumah tangga.

Setelah lulus, aku langsung bekerja. Pontang-panting, mengajar dan memberi les privat. Kali ini ada asisten rumah tangga dengan kedua putrinya yang karena keadaan nimbrung numpang  pada  kami. Merekalah yang membantu mengasuh dua balitaku. Jadi, kami bertujuh serumah.  Bertambahnya anggota keluarga, kebutuhan hidup pun meningkat. Uniknya, aku  diberkati-Nya dengan mengajar di beberapa tempat hingga luar kota sebagai dosen honorer di salah satu perguruan tinggi swasta, di samping menulis cerita anak. Waktu luang sore hingga malam pun masih kugunakan memberi les privat dari rumah ke rumah. Bahkan, pulang memberi les masih menyempatkan menerima pengetikan skripsi secara manual hingga larut malam.  Sungguh, luar biasa anugerah-Nya. Itulah sumber rezeki kami.

Di tengah kesibukan pun diberi-Nya tambah anugerah: si bungsu yang masih berjenis sama dengan kedua kakaknya. Ya, tiga jagoan tampan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun