"Percayalah, aku tidak akan menghantuimu!" bisiknya.
Kenyataannya, kami berdua yang sudah berpacaran selama dua tahun ternyata harus berpisah karena kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan kami. Kisah muramku masa lalu menjadi alasan mengapa ibunya menolakku mentah-mentah.
Sementara, cinta kami sangat rapuh. Ketika kami berdua masih kuliah, Mas Yus tidak berani menentang keluarganya. Maka, daripada status dan nasibku menggantung, ketika ada seseorang yang meminangku, aku pun setuju. Karena itu, perpisahan kami bukan karena penolakan keluarganya, melainkan tepatnya karena aku melarikan diri menghindarinya. Lebih baik aku yang meninggalkannya, daripada ditinggalkan. Demikianlah, secara mendadak aku menikah dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya.
Beberapa tahun aku mengarungi bahtera rumah tangga, Mas Yus masih belum bisa menerima alasanku. Belum bisa move on istilah zaman sekarang.
Dia masih sering mencari-cari aku di tempat-tempat yang didengarnya sebagai tempatku mengajar. Dia ingin mendengar langsung mengapa aku meninggalkannya begitu saja. Namun, kalau aku tahu sebelumnya, pasti sengaja mengelak. Aku tidak mau membangunkan harimau tidur.
"Dik, aku minta tolong. Gantikan aku mengajar di ...,"
"Aku tidak mau mencari gara-gara," potongku.
"Aku beri berapa pun yang kauminta asal gantikan tugasku ini, please. Ini demi reputasi agar aku tidak dipecat, please ...," rajuknya.
Bermula dari pertemuan di kantin kampus itulah, komunikasi yang beberapa tahun tersendat, bahkan terputus, menyambung kembali. Namun, aku sadar. Posisiku sebagai seorang istri dan ibu dua orang balita. Aku sangat menjaga diri sehingga hubungan itu sebatas rekan kerja karena kebetulan kami berada di satu yayasan suatu perguruan tinggi swasta.
Suatu saat ketika makan siang di kantin, dia mendekatiku. Dengan lancarnya dia menceritakan kehidupannya yang menurutku lucu juga. Karena didesak keluarganya agar segera menikah, dia pun menikahi salah seorang murid SMA-nya. Sejak menikah, speedometer sepeda motor miliknya terpaksa dilepas pasang karena sang istri menghitung kilometer sepeda motor tersebut setiap hari.
"Beruntung, aku bisa menyiasati dengan bongkar pasang," katanya sambil tersenyum.