Â
Gerimis Membatu
di pantai itu, rinai membatu di bingkai langit
malam berselimut kabut, kita berjalan menuju arah berbeda
walau begitu aku yakin kita bisa sampai
pada jalan buntu di satu lorong yang sama Â
lalu kau berteriak, mengapa jurang terjal menyelubungi jalan kita?
padahal, aku ingin berkencan dalam lebatnya rintik hujan
bersama kumpulan seribu bintik rinai tengah bercenkrama
yang di dalamnya prahara tersenyum dikulum, miris
padahal, air mata hanya untuk melepas kama
yang pernah terbanggakan, itu siasia
lalu untuk apa meluka jika hanya untuk tahu
kita takkan pernah bersama, bersatu?
aaaach...!
apa kita harus kembali ke ujung muara
seperti pertama bersua lalu berpisah
saling menatap kepergian,
aku dan dirimu meragu bersama
apa pernah terpikir olehmu 'ntuk menyerah?
terlalu lama kita menentukan arah, padahal
kita samasama sadar kau hanya mampu menatap bulan
sementara aku hanya bisa mengharu di pelataran sukma
hayal kita menembus kulit langit yang menghampa
rinai tiada mengucur, gerimis telah mengkristal
waktu terus membelai,
kelam mesra mengecup hening
membeku hingga seribu malam
atau tiada terhitung jumlah hari
sebab aku terlalu bimbang,
kita takkan sampai
pada satu muara yang sama
sebab kulihat gerimis
membatu di bingkai temaram
@NK
Cat:
Pernah tayang di Blog Pribadi
Sudah disunting
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H