Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kum-kum, Si Burung Langka yang oleh Masyarakat Sangihe Disebut Puntieng dengan Cara Makan Unik

21 Juli 2020   20:32 Diperbarui: 23 Juli 2020   03:25 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.nativeindonesia.com/puncak-pusunge-tahuna/

Mardiah yang sepanjang perjalanan di atas perahu tongkang/pamo yang membawa mereka, selalu dengan sensasinya. Saat perahu sedikit oleng, ia pasti memeras tenaganya untuk mencengkram erat tubuh siapa saja yang ada di dekatnya. Yang terkena imbas akan rasa takutnya, pasti meringis kesakitan.

Dipandanginya lagi burung-burung cantik itu. Mereka seperti pengawal yang sedang mengawal para tetua adat sedang mengadakan ritual di atas laut. seperti juga penduduknya yang harus menantang laut demi sanak keluarga yang ditinggalkan karena alasan berbelanja kepeluan sehai-hari agar bertahan hidup.

Ada rasa risih mengguar dari dalam pikirannya. "Apa mungkin si Kum-kum tahu kalau-kalau jantungnya kini berdebar-debar tak karuan. Apa ia tahu kalau aku takut tenggelam? Aku kan tak bisa berenang. Kalau aku jatuh, pasti langsung kecebur masuk layaknya batu...plung...byar...buuuk! Langsung ke dasar laut deh!" kata suara hatinya.

Ada tawa kecil menyembul di ujung bibirnya. Mardiah tersenyum-senyum sendiri. "Hmmm..." bisik hatinya.    

Mardiah berbalik mengubah posisi duduknya. Kini Pulau Liang dan Pulau Poa sudah menjauh, namun kisah tentangnya masih melekat di kepalanya. Ia ingat hunian para burung itu dijaga dan dipelihara masyarakat sekitar.

"Kenapa?" kata itu pernah tercetus dari bibirnya.

"Karena kotoran yang dikeluarkan melalui duburnya adalah salah satu mata pencaharian penduduk sekitar." jawab seorang ibu saat duduk-duduk, istri dari sahabat kantor suaminya.  

Mardiah tahu pulau itu tak berpenghuni, kecuali burung-burung cantik itu. Mereka begerombol saat pagi merekah menuju ke Pulau Sangihe Besar. Mereka mencari nafkah layaknya makhluk lain.

Pada sekitar pukul di pagi hari, di saat makhluk termulia telah pula sibuk, burung-burung itu pun bergegas berkelompok-kelompok membentuk formasi bagai pesawat, berdemonstrasi di atas kepala, terbang menuju ke Pulau Sangihe.  

Gelombang badai setinggi tiga hingga empat meter atau lebih bisa saja meradang. Yang membuat Mardiah salut, masyarakatnya sangat pemberani. Mereka berani menantang laut. Padahal, hampir sering lautnya memperlihatkan keganasannya.

Di sepanjang pesisir pantai hingga pegunungannya, banyak terdapat pohon pala milik masyarakat. Di situlah buung-burung itu mencari nafkah. Si Kum-kum melintasi pulau menuju ke Pulau Sangihe Besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun