Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Meganta Ikhlas

16 Juli 2020   21:26 Diperbarui: 16 Juli 2020   21:25 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam diam ombak berkata
ada serbuk harta meruah di dalamku
Dalam hening deretan bukit berkilah
ada deru kekayaan berderak dalam rerimbunku

Dalam senyap perempuan-perempuan perkasa bergaduh
ada derak memesona dalam misteriku
Dalam sepi para cendekia berseru
ada berlapis intan kecerdasan bertaut
yang tiada banding dalam kiatku  

Dalam asumsi para sesepuh
ada hikayat berkibang-kibut
yang terus mengguar
Dalam nyanyian bukit
nyanyian pantai

Lalu mataku terbelalak
mengapa sukma kesumat?
Adakah cara semesta membahagiakan alam?
dari pada harus mengurus luka
Mengapa kisruh harus terus melukis langit?

Mungkinkah meganta ikhlas
menggetarkan cakrawala
agar aksara-aksara biru menjelma
menjadi lukisan penuh sumringah?

Katakan wahai perempuan-perempuan perkasa
Aku bukan benalu yang terus melekat
pada dinding pepohonan
Aku bukan tanah tempat bertumpu
tapak kaki para lelaki
Aku bukan air terjun yang terus
menangis dalam sunyi
Akulah pejuang bumi dan surga
untuk malaikat-malaikat kecil

Biarkan kalimah sakti
itu mendesis
bak hembusan angin
yang ikhlas
menyentuh raga
mengulik rasa
tanpa gamang

#NK/16/07/2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun