Mohon tunggu...
Ninid Alfatih
Ninid Alfatih Mohon Tunggu... Guru - ibu 3 anak

just a reader

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Fatimah binti Maimun, Jejak Tertua Islam yang Terlupakan

28 Februari 2020   14:45 Diperbarui: 28 Februari 2020   14:51 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Dari cerita kiai Ma'mun, tersebutlah nama mbah Aqib,  masyarakat dusun Leran pada masa pendudukan Belanda yang telah merawat makam ini atas inisiatifnya sendiri. Sekalipun penjajah, tapi Belanda sangat memperhatikan peninggalan budaya memberikan penghargaan kepada mbah Aqib dengan menerbitkan beslit tanah pardikan atau E gendom yang luas. 

Sedangkan peneliti Belanda yang membaca inskripsi pertamanya bernama JP Moquette pada tahun 1911.  Pada saat pertama ditemukan kondisi makam sudah hampir ambruk tapi masih menampakkan bentuk aslinya. Perbaikan dilakukan dengan menggunakan batu putih yang terdapat di sekitar Suci Manyar.  Hingga kini masyarakat di wilayah ini secara tidak langsung ikut menjaga dan merawat makam.

Beberapa kali masyarakat Leran sempat menyelenggarakan haul Fatimah. Tapi setelah ramai,  mbah Aqib ditemui Fatimah dalam mimpi yang menangis karena enggan di'haul'i. Akhirnya beliau mengalihkan perhatian masyarakat dengan mengganti waktu haul dengan waktu lain yang terus berlainan tanpa ada pemberitahuan. Sehingga lambat laun masyarakat yang datang dari jauh sering kecele. Setelah sepi pendatang, akhirnya haul ditiadakan. 

Gus Dur adalah orang yang sering mengunjungi makam Fatimah binti Maimun dan menemui mbah Aqib. Beliau bilang bahwa nama asli Fatimah adalah Maimunah. Tarekatnya bernama Maimuniyyah.  
 Saat kami datang, penjaga makam memberikan kami kunci masuk ke area makam,  dan berpesan agar setelah selesai,  dikembalikan ke tempatnya. 

Di dalam cungkup  makam  ada 4 makam yang berjejer.

Selain makam Fatimah, 3 lainnya merupakan makam para dayangnya  Bangunan makam ini berbentuk seperti candi dengan ujung atas menyempit membentuk limas . Mirip reruntuhan Chichen Itza, peninggalan kuno suku Maya di Mexico. Sejak  ditemukan memang seperti itu bentuknya. Sebelum era orba,  bangunan masih berupa reruntuhan yang tak sempurna.

Tahun 1973,  Presiden Suharto waktu itu memerintahkan untuk memperbaikinya.  Saat itu,  pak Harto punya misi untuk mencari benda sakti di seluruh pulau Jawa. Dia juga mendengar tentang mirah delima itu. Meskipun orang  suruhannya gagal mendapatkan benda yang dimaksud, tapi tempat ini tetap diperbaiki. Hingga kini, konon tak ada satupun orang yang bisa menemukan mirah delima tersebut.

Tempat ini nampak indah saat sepi pengunjung. Seperti masuk dalam reruntuhan kuno. Sejuk dan purba. Semoga seandainya nanti bakal ramai, tidak akan menghilangkan suasana alaminya. Dan makam Fatimah tetap terjaga situsnya.

Kami disuguhi jamuan langka kuliner Gresik di rumah yai Ma'mun.

Seekor ikan seperti lele tapi lebih besar ukurannya. Namanya ikan sembilang. Biasa dimasak kuah kuning,  atau kelan kuning. Rasanya lezat dan empuk. Kuliner ini jarang dijumpai , bahkan di Gresik sendiri. Keberadaannya semakin langka akibat perubahan lingkungan yang diakibatkan munculnya pabrik semen dan industri lain membuat habitat ikan ini terdesak.
 Selamat berkunjung !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun