Karena suburnya Indonesia sehingga menjadikan kita bermalas-malasan.Â
Agama mengajarkan kita untuk bekerja keras. Bekerja dengan mengerahkan kemampuan fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk mengaktualisasikan diri sebagai khalifah yang dituntut memimpin dunia. Hal tersebut tidak akan terealisasi dengan sendirinya, tetapi musti diraih, dikejar, dan diupayakan.Â
Bumi diciptakan sebagai tempat untuk membanting tulang, sedangkan manusia bekerja di atasnya. Dalam Islam, bekerja keras adalah bekerja dengan sungguh-sungguh disertai tawakal kepada Allah SWT. Seperti sebuah syair yang sering kita dengar:Â
"Bekerjalah untuk duniamu, seolah kamu hidup selamanyaÂ
Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah kamu akan meninggal esok".
Seperti nasihat Imam Syafi'i : " Berangkatlah, niscaya engkau mendapat ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusahpayahlah, sebab kenikmatan hidup hanya ada dalam bekerja keras. Ketika air mengalir akan menjadi jernih, dan ketika berhenti akan menjadi keruh . Jika tak keluar dari sarangnya, singa tak akan mendapatkan mangsanya, sebagaimana anak panah yang takkan mengenai sasaran ketika tidak meninggalkan busurnya. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu di tempatnya. Ketika orang berangkat dan mulai bekerja, dia akan mulia seperti bernilai emas."
 Saya sangat menyadari sebagai orang yang sangat awam di bidang agama. Bukan da'iah ataupun ustadzah, bahkan belum pernah nyantri, saya tidak akan banyak menganalisis, semata hanya menuliskan pandangan saya mengenai hal yang terjadi.Â
Kembali lagi pada budaya instan. Mie yang berlabel instan saja masih perlu proses untuk menyajikannya. Artinya tidak ada hal instan yang dapat kita raih tanpa bekerja keras.
Penulis : Dinar SetyaningrumÂ
Sumber : Opini pribadiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H