Beberapa pelatihan yang diadakan sebenarnya tidak mencakup untuk semua kriteria difabel. Bagi Pak Aziz sendiri pelatihan yang dilakukan hanya sia-sia apalagi untuk seorang difabel tuna daksa di bagian tangan.Â
Dari pelatihan yang diadakan oleh BLK seperi tata boga, jahit dan elektronik hanya cocok untuk diperuntukkan bagi difabel yang tidak terlalu parah. Karena pelatihan-pelatihan tersebut cocok bagi difabel dengan kondisi keterbatasan tidak terlalu parah. Bantuan dari pemerintah pun dirasa kurang membantu bagi seorang difabel.Â
Seringnya keterlambatan bantuan dari pemerintah dan juga bantuan berupa uang hanya akan bersifat sementara sedangkan yang mereka butuhkan bantuan untuk mereka dapat menghidupi ekonomi mereka secara mandiri seperti bantuan pekerjaan dan modal untuk berwirausaha.Â
Disini dapat dikatakan bahwasanya perlu ada solusi lain mengenai prespektif fenomena ini. Faktor adanya pelatihan serta bantuan juga harus dipikirkan terkait solusi tepat gunanya, agar semua kalangan dan jenis difabel dapat merasakan dampak dari adanya upaya pemerintah yang tepat yanng pada akhirnya juga menjadikan difabel menjadi mandiri dalam kebutuhan sehari-harinya.
Fenomena ini menjadi sangat menarik ketika ia diupandang dalam kajian akademis terutama kajian sosiologi. Sosiologi memandang dengan pemikiran teoritis meminjam konsep teori pertukaran George Homans bahwa dalam setiap interaksi antar individu memiliki konsepsi tersendiri. George Homans sendiri merupakan seorang sosiolog yang berasal dari Amerika Serikat.Â
Homans menjelaskan teori pertukaran ini memiliki asumsi dasar hampir sama dengan konsep-konsep psikologi. Homans menjelaskan bahwasanya teori pertukaran ini memiliki implikasi terhadap pola interaksi manusia dengan masyarakat. interaksi ini bisa saja terbentuk dari kebutuhan-kebutuhan yang diterima atau diinginkan oleh manusia tersebut.Â
Homans dalam bukunya yang berjudul Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi diantaranya proposisi sukses, proposisi kejenuhan-kerugian, proposisi persetujuan-agresi, dan yang terakhir ialah proposisi rasionalits.
Dalam fenomena ini, kajian sosiologis Homans dapat digunakan untuk meneropong bagaimana perilaku komunitas atau aktor difabel di Jember. Aziz selaku individu yang memiliki interaksi sosial di masyarakat dikonsepsikan oleh Homans sebagai aktor. Dalam konsep berpikir pertukaran sosial, aktor selalu memiliki interaksi yang menguntungkan.Â
Dimana interaksi inilah yang nantinya akan mendorong terjadinya kebijakan atau pengaruh makro dalam hal ini hadirnya kebijakan pemerintah. Aziz sebagai aktor dala narasi pertukaran sosial selalu dihadapkan dengan hasi yang diperoleh. Ketika Aziz menjadi seorang karyawan di usaha keripik singkong, ia mendapatkan pemghargaan berupa gaji sebesar 15.000 sampai 20.000 rupiah/hari.
Homans juga menjelaskan bahwa dalam pemberian reward tersebut ada usaha yang harus dilakukan, dalam fenomena ini Aziz sebagai penyandang disabilitas tidak hanya berdiam diri saja ketika ia mendapatkan penghasilan itu. Dimana keterbatasan yang ia punya tidak menyurutkan aksinya untuk bisa berusaha sendiri dan mampu bangkit dari keterpurukan.Â
Usaha yang dilakukannya sangat maksimal sehingga ia dipercaya bisa bekerja di dalam segmentasi usaha mikro, dan ia sering mendapatkan pelatihan dan bantuan dari pemerintah, mengingat usaha-usaha yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhannya terus menerus berjalan.Â