Update status bisa jadi sebuah ajang untuk mempublish perasaan original atau hanya sebuah karya. Bisa juga ajang menyampaikan pendapat, atau hanya sekadar bilang.. “Ngantuk. Tidur ahh..”; “Lapeer makan ahh..”. Tentunya, dengan adanya kecanggihan teknologi sekarang kita bisa mengetahui kegiatan teman/kerabat kita diluar kota atau negara. Peran yang dimiliki akun sosial itu tergantung dari banyaknya orang yang merespon. Karena, rating dari orang yang menyukai postingan tersebut, itulah yang biasanya naik daun. Jadi, akun sosial memikul sebuah peran yang bergantung pada publiknya. Tentu saja rating ini akan membantu popularitas akun sosial itu sendiri. Terkadang orang menopang akun tersebut sampai atas hanya karena alasan “Banyak yang nge-like. Ngikut deh..” Atau sekedar suka. Kesukaan itu ternyata membuat hal yang kadang tanpa ujung yang jelas. Kesimpulannya adalah sikap konsumtif karena kekuatan jumlah jamaah yang sudah jelas bejibun.
Jadi, kalau dirunut lagi, peranan akun sosial adalah tergantung dari penggunanya.
Penelitian Sederhana
Pembuatan status bagi saya adalah saat saya menyampaikan sebuah opini yang terbangun dari sebuah kesadaran atau sebuah quote yang ingin saya share atau hanya tulisan untuk menghibur. Yang menarik dari teman-teman Facebook saya adalah saat saya bahas tentang rindu, yang menyukai status ini lebih banyak daripada saat saya sadar bahwa musuh sebenarnya adalah kita sendiri. Padahal, saya berharap banyak yang menyukai kesadaran saya akan musuh sebenarnya.
Analisa yang saya ambil adalah banyak orang menyukai tulisan yang menyentuh perasaan. Soal kesadaran, pada akhirnya kita semua bertugas saling mengingatkan sebagai manusia yang selalu khilaf. Jadi, saat kita sadar bukan berarti hanya kita yang saat itu sadar akan hal tersebut. Tapi bisa jadi kita adalah orang ke-sekian untuk menyadari hal tersebut.
*Status Rindu*
Penelitian selanjutnya, ada pada saat status saya berbunyi dari quote seseorang. Responnya sama seperti kesadaran dalam status saya sebelumnya. Disandingkan dengan status saya yang membahas tentang kehilangan seseorang, ternyata yang menyukai lebih banyak.
Status itu terkadang dinilai hanya sebatas “status” itu sendiri, tidak lebih. Tergantung orang menilai dari segi apa. Segi saat mereka galau, jadi ikutlah ke arah yang sama dengan status yang mempermainkan perasaan. Begitu juga dengan kondisi saat publik menilai bahwa status itu kontra dengan opininya atau bahkan hanya status yang tidak berpengaruh apapun. Jadi, kesukaan seseorang pada status tidak bisa dinilai dari kesamaan opini ataupun dari kesamaan perasaan.
Jika memang bisa Facebook dijadikan media penelitian, tentu hal ini menarik. Namun hanya bisa untuk penelitian kuantitatif yang dilihat dari jumlah respon ‘like’. Dengan pertimbangan pertanyaan atau pernyataan yang bisa disebut sebagai kuesioner, kiranya Facebook dapat dijadikan sebagai ajang hasil penelitian. Apalagi terbatasnya waktu yang dimiliki pihak peneliti, Facebook dapat membantu meringankan hal tersebut.
Sekadar pemikiran yang terlintas tentang guna Facebook. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H