Mohon tunggu...
Ningrum Budi Astuti
Ningrum Budi Astuti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Just have a good less and bad more.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kuantitas Telah Menjadi Kualitas...

20 April 2014   05:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Judul tersebut merupakan petikan dari buku karya Fareed Zakaria yang berjudul Masa Depan Kebebasan. Sistem pemerintahan demokrasi telah membuka lebar gerbang kesempatan beropini dalam hal apapun dan semakin terlihat untuk terbentuknya kelompok mayoritas. Penilaian terhadap subjek dari masing-masing individu akan menghasilkan angka yang mendukung dibuatnya perbandingan terhadap kesetaraan bidang lainnya. Dan hal ini benar disampaikan Fareed Zakaria bahwa tidak jarang orang memilih acara televisi, grup musik ataupun lifestyle saat ini berdasarkan banyaknya orang yang sudah tertarik terlebih dahulu.

Sederhana saja, sebuah produk yang mutunya lebih tinggi maka akan memberi produsen kesempatan untuk keputusan harga yang juga lebih besar.Konsumen yang peka untuk mempertahankan kualitas jangka panjang produk, kesetiaannya terhadap produk bermutu akan dipertahankan. Namun berbeda dengan pemilihan dilihat dari sisi murah dan instan maka yang lebih kecil harganya tetap menjadi kesukaan konsumen. Dengan perkembangan zaman modern ini, maka segala hal dituntut untuk cepat dijangkau. Kemudahan tersebut saat ini tentu banyak ditemui melalui produk-produk yang ditawarkan perusahaan sekarang. Peringkat pertama dipegang oleh produk yang paling sering dibeli oleh masyarakat. Jarang penilaian tersebut dilihat dari seberapa manfaat untuk kepentingan banyak orang atau seberapa luas kegunaannya untuk sekitar. Kenyataan yang memang menjadi fenomena umum saat ini arahnya ditunjukkan oleh indikator kenyamanan individual dan banyaknya peminat.

Akademik dan Karakter

Sebuah artikel kompas.com pada tanggal 12 April 2014 menyampaikan bahwa saat ini orangtua di Amerika Serikat lebih fokus pada pendidikan karakter ketimbang akademiknya. "Semua anak-anak punya potensi untuk jadi pemimpin, paling tidak jadi pemimpin dirinya sendiri. Di sinilah pendidikan karakter sangat penting untuk mengenali diri mereka sendiri," kata Murriel Summers, Kepala Sekolah AB Combs Leadership Magnet Elementary School di AS, pada seminar "The Leader in Me" di Jakarta, Sabtu (5/4/2014) lalu. Akademik dan karakter merupakan penunjang pelajar untuk menjadikannya generasi yang diharapkan Negara. Semakin banyaknya nilai akademik yang diperoleh, maka semakin membantu untuk pemilihan sekolah, kesempatan kerja. Hal ini akan seimbang dengan pembentukan karakter dan kepemimpinan yang diemban, karena tidak hanya angka dari akademik yang menjadikan pembentuk kepribadian, didalamnya ada pembelajaran tentang nilai-nilai moral dan sosial budaya.

Kini, Indonesia banyak dipenuhi oleh perusahaan swasta. Kesempatan kerja untuk lulusan perguruan tinggi semakin luas, namun persyaratan yang harus dipenuhi dengan batasan indeks prestasi kumulatif sebesar lebih dari 3,00 menjadi keutamaan dari pemenuhan tersebut. Nyatanya, tidaksedikit orang sukses lahir bukan dari pendidikan tinggi atau keilmuan teori yang dimiliki. Analogi dalam pendidikan terhadap kuantitas-kualitas juga terbukti bahwa arah zaman melalui sistem pendidikan Indonesia menuntut mahasiswa ataupun pelajar untuk lebih memperdalam akademiknya, bukan pembentukan karakter, terus menambah nilainya bukan pembelajarannya terhadap kehidupan sosial sekitar.

Learning versus Studying

Learning dan studying bagaikan pinang dibelah dua. Perbedaannya, learning merupakan pembelajaran dari hidup sedangkan studying pembelajaran dari keilmuan. Perhatian khusus untuk pembentukan karakter didapat dari learning. Sedangkan untuk akademik diperoleh dari studying. Seorang motivator banyak belajar dari hidupnya, berbeda dengan guru yang menyerap lebih banyak teori keilmuan untuk dibagikan pada muridnya. Mahasiswa maupun pelajar terkadang jenuh dengan segala materi yang disampaikan saat menuntut ilmu, mereka membutuhkan dorongan dari seorang inspirator. Jiwa yang menyetir fisik manusia butuh lebih banyak asupan energi positif. Tekanan yang didapat dari sekitar membawa remaja saat ini untuk menemukan media tumpahan keluhannya dan pendorong semangatnya. Letak fokus dari learning lebih mampu membayar kekurangan psikis, sedangkan untuk studying lebih mengarah dalam pengerjaan dan penyelesaian pekerjaan. Mungkin, untuk menjadi manusia yang utuh agar dapat bertahan harus menyeimbangkan learning dan studying.

Agar kita tidak terjebak terlalu dalam oleh kuantitas yang menjadi kualitas, analisa learning dan studying dapat menjadi alternatifnya. Dalam hidup selalu ada pasang surut yang untuk melaluinya diperlukan pengendalian diri yang benar disertai dengan pendalaman teori. Dengan dunia yang membutuhkan jangkauan instan dan kebebasan saat ini, maka memang yang menang pasti kelompok mayoritas, mereka menjadi gas dan rem arah pemikiran masyarakat untuk kehidupannya. Namun, minoritas yang jauh terdengar suaranya namun memiliki kualitas baik akan terus menabur benih untuk perbaikan bangsa. Semoga kita ditunjukkan pada arah yang benar untuk perbaikan diri juga sekitar.


“Kuantitas memang dapat mengumpulkan banyak dukungan. Namun bagaimanapun jangka panjang membutuhkan kualitas terbaik.”

*Have a great day.. -Ningrum Budi Astuti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun