Mohon tunggu...
Nining Lestaree
Nining Lestaree Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sederhana dan Satset-satset

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Badan Bank Tanah dan Asa Reforma Agraria yang Menyejahterakan

26 Januari 2025   08:36 Diperbarui: 26 Januari 2025   08:36 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Badan Bank Tanah (BBT) Parman Nataatmadja. (Foto: kompas.com/HILDA B ALEXANDER)

Melaksanakan program reforma agraria guna menjamin kepastian hukum atas kepemilikan lahan dan menciptakan keadilan sosial merupakan salah satu tugas Badan Bank Tanah (BBT).

Yuk, kita ulas.

Kita awali dari Perang Jawa yang berkecamuk pada 1825-1830. Perang ini diakibatkan kesewenangan Belanda yang memasang patok tanah tanpa izin. Patok ini juga melintasi makam leluhur dan kediaman nenek Raden Mas Ontowirjo alias Pangeran Diponegoro.

Tak terima ulah Belanda memasang patok tanah dan merencanakan pembongkaran makam leluhurnya untuk pembangunan jalan serta rel kereta api, Pangeran Diponegoro menggelorakan peperangan. Perang Jawa atau Perang Diponegoro pun pecah di Jawa, termasuk Yogyakarta, Surakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Bukan hanya Perang Diponegoro yang dipicu penguasaan tanah oleh Belanda. Di Cikande, Banten, konflik pertanahan juga terjadi tahun 1830-an, hingga meletupkan gerakan perlawanan rakyat. Perlawanannya dipicu tidak tuntasnya legalitas pengalihan tanah di Cikande Udik dan Ilir dari perusahaan Inggris kepada masyarakat. Belanda pun mencuri untung dengan menguasai tanah tersebut. Menariknya, perlawanan rakyat ini dipimpin seorang perempuan, Nyimas Gamparan.

Dua perjuangan melawan Belanda itu menegaskan, konflik agraria sangat eksplosif. Bagaimana kondisi konflik agraria saat ini?

Moment pembagian sertifikat tanah. (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A)
Moment pembagian sertifikat tanah. (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A)

Catatan Akhir Tahun 2024 Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bisa menjawab pertanyaan tersebut. Karena, dari 10 substansi laporan yang paling banyak diadukan masyarakat, terbanyak adalah masalah Agraria dengan 1.865 laporan (17,17 persen). Pada 2024, ORI menerima total 10.846 laporan masyarakat.

Untuk rincian konflik agrarianya, kita bisa mengulik Catatan Akhir Tahun 2024 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Tercatat, ada 295 konflik agraria yang mencakup tanah seluas 1.113.577,47 hektare. Konflik ini berdampak pada 67.436 keluarga di 349 desa.

Angka konflik agraria 2024 itu naik 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan 241 kasus. Sektor perkebunan menjadi penyumbang konflik agraria tertinggi dengan 111 kasus, sektor infrastruktur 79 kasus, dan sektor pertambangan 41 kasus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun