kekerasan yang mengarah pada gender semakin merajalela. Bukan hanya orang dewasa namun anak -- anak juga kerap menjadi korban dari perbuatan keji pelaku seksual. Anak yang seharusnya dilindungi malah menjadi korban keji orang dewasa yang memiliki penyakit seksual. Anak -- anak dianggap lemah sehingga sering menjadi target para pelaku kejahatan seksual. anak- anak merupakan agen perubahan dimasa depan, tindakan -- tindakan merugikan tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan anak -- anak tidak hanya pada saat itu namun kehidupan anak -anak yang masih panjang juga akan hancur karena dampak negatif dari kejadian kekerasan seksual.
David Finkerhor dalam bukunya  "Childhood Victimization" juga menyebutkan bahwa anak merupakan korban dari sebagian besar kejahatan di masyarakat, baik kejahatan  umum pada umumnya maupun kejahatan khusus pada khususnya. dan kejahatan umum dan khusus yang dilakukan terhadap anak (Finkelhor et al., 2014).
Berdasarkan pada data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak jumlah kasus kekerasan pada anak yang terjadi tahun 2019 hingga November 2021 mencapai 12.566 kasus (CNN Indonesia, 2021). Â Di Indonesia bentuk perhatian pemerintah terhadap banyaknya kasus yang terjadi adalah dengan membentuk komisi perlindungan anak Indonesia serta Undang - Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang - Undang. Salah satu sanksinya berupa hukuman kebiri alami bagi pelaku kekerasan seksual berat.
Di berbagai negara di dunia juga menggunakan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual. Hal tersebut dinilai efektif sebab pelaku tidak lagi bisa melakukan kejahatan seksual lagi ketika keluar dari penjara. Namun sanksi tersebut juga dinilai melanggar HAM pelaku kejahatan seksual tersebut sehingga walaupun sudah ada peraturan kebiri kimia tersebut jarang di lakukan.
- Sanksi Kebiri Kimia Pada Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak
Kejahatan seksual yang terjadi pada anak merupakan salah satu bentuk KBG atau kekerasan berbasis gender. Kekerasan berbasis gender dapat didefinisikan sebagai kekerasan yang dilakukan langsung kepada seseorang didasarkan atas keinginan seksual atau gender (Sari, 2021). Di mana anak - anak merupakan kaum yang dianggap lemah dan tidak mendominasi sehingga menjadi target kejahatan seksual. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan pelanggaran moral dan hukum, serta dapat melukai anak baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak dapat dalam beberapa bentuk seperti : sodomi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest (Noviana, 2015).
Banyaknya jumlah kasus yang melibatkan anak - anak menjadi korban membuat pemerintah mengeluarkan dan menandatangani Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang - Undang. Pemerintah. Yang dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa "Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, Â memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, Pemerintah perlu menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi" (UU RI 17, 2016).
Adanya undang -- undang tersebut pemerintah telah memberikan perlindungan pada anak karena anak adalah generasi penerus bangsa yang memang merupakan wajib bagi negara menjamin keselamatan seluruh anak. Dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku diharapkan pelaku mengalami efek jera dan tidak lagi melakukan kejahatan seksual khususnya pada anak.
- UU No. 17 tahun 2016 dalam perspektif HAM
Keberadaan Hak Asasi pada setiap individu tentunya dimiliki setiap individu sejak lahir di dunia. Adanya undang -- undang dengan sanksi kebiri kimia tentu saja menimbulkan pertentangan antara pemerintah dengan beberapa pihak terlebih lagi Indonesia adalah negara yang mendukung adanya perlindungan HAM.
Adanya  kebiri kimia dapat dikatakan sebagai hukuman yang dapat melanggar hak-hak seseorang. Kebiri kimia dianggap sebagai tindakan penghinaan manusia. Oleh karena itu, kebiri kimia ditolak oleh organisasi hak asasi manusia dengan alasan sebagai berikut: Pertama, kebiri kimia tidak dapat dinyatakan benar  dalam sistem hukum pidana Indonesia. Kedua, kebiri kimia dapat dinyatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, termasuk Kovenan Hak Sipil dan Politik. , Konvensi Menentang Penyiksaan dan Konvensi Hak Anak. Ketiga, semua tindakan penyiksaan anak, termasuk salah satunya, adalah kekerasan seksual. (Hutapea1, 2020).
Seperti yang tertulis dalam Universal Declaration of Human Rights "No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment." (Zandy, 2019). Yang artinya tidak ada seorang pun yang boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi. Â Sehingga adanya hukuman kebiri kima bagi pelaku kejahatan seksual pada anak tidak dibenarkan menurut Hak Asasi Manusia. Kebiri kimia juga dinilai kurang efektif memberikan efek jera dan malah menimbulkan dampak psikologis lain bagi pelaku. Dimana pelaku bisa menyimpan dendam dan melakukan tindakan yang lebih ekstrem terhadap korban -- korban lain. Oleh sebab itu pemerintah di harapkan memberikan perlindungan pada setiap anak dengan cara yang lain.
Â
- Kebijakan negara -- negara Lain terhadap kejahatan seksual pada anak.