Secara etimologis, Pers (Belanda), Press (Inggris), Presse (Prancis) berarti tekan atau cetak. Definisi terminologisnya adalah media massa cetak atau disebut juga media cetak. Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliput, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya yang menggunakan media cetak, media elektronik, media siber dan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers).
Fungsi dan peranan pers secara umum adalah sebagai media informasi, media hiburan, media pendidikan, sebagai kontrol sosial, dan sebagai lembaga ekonomi. Pasal 6 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers yang memuat fungsi pers, yaitu Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (a); Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi (b); Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM (c); Menghormati kebhinekaan (d); Mengembangkan pendapat umum (e); Melakukan pengawasan, kritik dan saran (f); Memperjuangkan keadilan dan kebenaran (g).
Pers di Indonesia dijamin dan dilindungi kebebasannya melalui UU Pers No.40 Tahun 1999 dengan sejumlah pasal penting, yaitu :
-
Pasal 2 : Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Pasal 4 : Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (1); Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran (2); Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (3); Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak (4).
Pasal 18 : Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah).Â
Berdasarkan pasal diatas, secara eksplisit menjamin dan melindungi kebebasan pers. Meski telah dijamin oleh UU Pers, tetapi dalam pelaksanaannya hal tersebut tidak berjalan dengan baik. Buktinya, masih banyak wartawan atau jurnalis yang mengalami kekerasan oleh pihak yang kurang puas dalam pemberitaan media.
Kasus yang mengancam kebebasan pers di Indonesia
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, mencatat ada 90 kasus kekerasan yang dialami jurnalis periode Mei 2020 hingga Mei 2021. Kekerasan berupa ancaman, intimidasi, perusakan alat jurnalis, kekerasan fisik hingga kriminalisasi, dan AJI juga mencatat polisi sebagai pelaku kekerasan sebanyak 58 kasus.
Dilansir dari VOA Indonesia pada maret 2021 yang terjadi di Surabaya dialami oleh jurnalis Tempo, Nurhadi berupa kekerasan dan juga penyekapan. Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Surabaya, Lukman Rozaq, mengatakan bahwa aksi tersebut sangat memalukan dan memilukan.Â
"Kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, ini adalah peristiwa yang sangat memalukan sekaligus memilukan. Bagaimana aparat begitu represif dan keras sekali terhadap jurnalis ini yang pada waktu itu memang sedang bertugas untuk melakukan investigasi terkait kasus suap di Dirjen Pajak di Jakarta," tutur Lukman Rozaq.
Deklarator LBH Pers yang juga Pakar Hukum Universitas Airlangga, Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan bahwa serangan digital terhadap jurnalis saat ini marak terjadi dan menjadikan penurunan demokrasi di Indonesia, dimana tidak lagi menghargai kebebasan sipil dan kebebasan pers. Herlambang juga mengatakan untuk segera menegakkan hukum mengenai jaminan kebebasan pers juga demokrasi di Indonesia.
Untuk apa UU Pers No.40 Tahun 1999?
Herlambang menyebut, kebebasan pers pada UU Pers No.40 Tahun 1999 masih jauh dari harapan karena kekerasan pada jurnalistik masih kerap terjadi jika muncul masalah dalam hal pemberitaan.Â
"Tidak akan ada upaya membangun iklim yang baik kebebasan pers, tanpa dukungan atau komitmen politik yang kuat dari penyelenggara kekuasaan. Terlebih kalau situasi demokrasinya turun kualitasnya. Jadi dukungan politik kekuasaan itu juga menjadi kunci, kalau demokrasinya tidak pernah dianggap penting, maka kita akan mendapatkan ruang kebebasan sipil yang mengerdil, dan itu termasuk represi terhadap kebebasan pers," kata Herlambang.
Penanganan
Kebebasan pers merupakan sarana terpenuhinya HAM untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam perwujudannya, seorang jurnalis harus paham dan sadar dengan adanya tanggung jawab sosial dan keberagaman masyarakat.Â
Pers bertanggung jawab sosial yang dimaksud adalah kebebasan pers harus disertai dengan kewajiban yang mana kewajiban itu sebagai tanggung jawab, baik individu maupun kelompok. Sehingga tugas pers dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dan publik harus bisa melihat bentuk tanggung jawab itu secara nyata.Â
Agar kebebasan pers bisa dinikmati oleh media dan publik, oleh karena itu kebebasan pers tidak cukup hanya dengan dimuat dalam Undang-Undang. Tetapi kebebasan pers perlu dipahami, dimengerti dan dipahami oleh publik. Karena UU Pers yang termuat tidak akan berguna jika publik tidak meyakini, memahami dan melaksanakan apa yang sudah tertera di dalamnya.Â
Dalam hal tersebut, dapat dilakukan sosialisasi terhadap kebebasan pers yang bersifat edukasi. Karena publik masih belum puas dengan penyajian media terutama dalam hal menyajikan informasi yang sifatnya mendidik bagi publik, maka dapat dilakukan juga upaya peningkatan mutu media.
Penulis,Â
Nindyia Anggi W
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, UMM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H