Tentu aku mendengarnya dengan jelas dan kata-kata itu bagaikan racun yang menyebar ke seluruh tubuhku. Aku tidak bisa berkata-kata apalagi membalasnya. Entahlah, mungkin aku memang sudah sadar bahwa aku tidak sederajat dengan mereka.Â
Setelah pergi dari taman itu tiba-tiba tangisku pecah. Aku berlari sambil menutupi mukaku untuk mencari tempat yang sepi. Alhasil berakhirlah aku di tengah-tengah tumpukan sampah yang menjadi saksi betapa derasnya air mataku kala itu.Â
"Aku juga tidak mau jadi seperti ini!" Jawabku dalam hati.Â
Jika kalian binggung memikirkan kado apa yang ingin kalian minta di hari ulang tahun kalian. Aku selalu binggung memikirkan apakah besok aku masih bisa makan atau tidak. Bahkan untuk makanan sisapun aku berterimakasih. Masih diberikan kesempatan untuk bangun di pagi hari dan mengumpulkan botol bekas saja merupakan hal yang lebih dari cukup bagiku. Maka sudah biasa aku melewati hari dengan perut keroncongan.Â
Sudah biasa aku dijadikan tontonan publik saat aku bekerja. Ada yang merasa empati atau bahkan ada yang menjadikanku bahan bersyukur. Aku memang tidak melihatnya langsung tetapi hatiku selalu merasakannya. Yasudah, tidak apa. Dengan mereka bisa melihatku aku sudah senang. Karena aku tahu bahwa masih banyak orang di luar sana yang menganggapku ada.Â
Setelah aku beranjak dewasa aku mulai sadar akan betapa beruntungnya aku. Aku bisa bangkit berkat diriku sendiri, aku bisa semangat atas senyumku sendiri dan aku berhasil memerangi sang surya setiap harinya. Memang benar kita tidak sederajat, karena menurut pandanganku detajatku sangat jauh di atas kalian. Inilah makna dari gempa di dalam diriku, sekali aku bisa sadar atas apa yang aku miliki maka detik itu juga aku bisa merobohkan kesedihan dalam diriku.Â
Judul : Tak Terdengar
Karya : Nindya Permata Yodi
Genre : DramaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H