Kita mengenal Prawirotaman merupakan kawasan penginapan bagi wisatawan yang berlibur di kota Yogyakarta karena murah dan tidak jauh dari pusat kota, wisatawan yang datang untuk menginap tidak hanya dalam negeri bahkan dari luar negeri, maka Prawirotaman terkenal sebagai kampung turis karena banyak warga asing yang menginap di daerah tersebut.Â
Pada awalnya dahulu Prawirotaman merupakan tanah hadiah dari Keraton Yogyakarta untuk abdi dalem prajurit keraton Prawirotomo. Dinamika Kampung Prawirataman dimulai dari aktivitasnya sebagai kampung batik yang kemudian menjadi trademarknya Kampung Prawirotaman. Label tersebut kemudian meredup karena faktor dicabutnya subsidi mori dari pemerintah, bergesernya busana tradisional Jawa ke busana modern, dan serbuan batik printing.
Perubahan dari kampung batik menjadi menekuni bisnis penginapan, hal tersebut merupakan perubahan total kehidupan trah Prawirotama. Perubahan total menjadi bisnis penginapan telah menghilangkan modal budaya yang dimiliki Kampung Prawirotaman. Karena pada aawalnya Prawirotaman bukan sebagai daerah wisata melainkan sebagai daerah tinggal maka Pasar Prawirotaman ada untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari – hari dan salah satu penggerak kegiatan ekonomi di daerah  tersebut.
Pasar prawirotaman saat ini, apabila kita tengok terlihat macet dan semrawut.Macet dan semrawut terjadi karena naiknya volume kendaraan disekitar Prawirotaman, naiknya volume kendaraan disebabkan oleh banyaknya wisatawan yang datang ke wilayah tersebut dengan membawa kendaraan pribadi maupun kendaraan umum seperti bus. Tidak siapnya perubahan tersebut dan ditambah dengan wilayah yang tidak memadahi sebagai daerah wisata. Adapula kemacetan tersebut disebabkan oleh parkir yang menggunakan bahu jalan atau trotoar sehingga lebar jalan semakin berkurang.
Menyinggung mengenai parkir di sekitar area Pasar Prawirotaman sekarang menjadi hal yang sensitif untuk dibicarakan, terutama parkir di tempat – tempat yang  tidak semestinya, seperti parkir jalan jalur khusus pesepeda  dan trotoar. Tentu saja kita merasa terganggu kenyamanannya ketika kita sedang berjalan apabila trotoar digunakan untuk parkir sering kali kita harus turun ke jalan, atau ketika sedang bersepeda tetapi jalur khusus terhalang oleh kendaraan yang sedang parkir sehingga kita harus menggunakan jalur umum yang mana kita harus berada di arus kendaraan cepat, hal tersebut dapat membahayakan nyawa kita.
Masyarakat yang datang ke pasar saat ini lebih banyak yang menggunakan kendaraan pribadi dibanding menggunakan kendaraan umum seperti bus. Tingginya pengguna kendaran yang tidak disertai dengan pembangunan yang seimbang dengan penyediaan lahan parkir di area pasar, mengakibatkan parkir yang ada di sana beberapa menyalahi aturan.Â
Banyak masyarakat mengeluhkan jalanan macet akibat parkir yang memakan sebagian jalan, tortoar diambil alih dan jalur khusus sepeda terhalangi. Sering kali kita menyalahkan penyedia parkir atau oknum tertentu atas adanya parkir tersebut sebagai lahan merauk keuntungan demi kepentingan pribadi. Namun hal tersebut tidak semua salah dari penyedia parkir, mereka ada karena kita yang menciptakannya. Seperti gagasan Hall terkait gejala hegemoni, ketika produsen ‘menjual’ tafsiran berupa fisik maupun non-fisik kepada konsumen, tentunya melewati proses komunikasi.Â
Proses Decoding hingga Encoding (Hall 1973) menjadi bentuk nyata atas terjadinya komunikasi. Dalam posisi negotiate decoding (dekoding yang bisa dinegosiasikan) mengakui adanya pembenaran dari definisi-definisi hegemonik untuk membuat penandaan abstraktif, dan dalam situasi yang terkondisikan dapat membuat aturan - aturan sendiri. Dari gagasan negotiate decoding kita ketahui bahwa posisi dari konsumen sebenarnya dapat menentukan tindakan politis, namun tindakan legitimasi dari produsen secara tidak langsung menjadikan tindakan menjadi terbatas. Hal ini memperjelas bahwa adanya parkir pada bahu jalan atau jalur khusus pesepeda dan trotoar tercipta karena adanya kesepakatan antara msyarakat dan tukang parkir.
Ditambah dengan lahan parkir yang disediakan oleh pasar tidak mecukupi, parkir berada di sebelah utara Pasar Prawirotaman. Parkir yang disediakan tidak begitu luas hanya dapat menampung beberapa kendaraan saja. Untuk sepeda motor dapat menampung lumayan banyak tetapi untuk truk – truk hanya sedikit. Sedangkan parkir yang disediakan apabila pagi sudah digunakan pedagang untuk membuka lapaknya, jalan menjadi sempit dan kendaraan susah untuk melewati jalan tersebut. Tidak heran apabila masyarakat menggunakan jasa yang ditawarkan oleh tukang parkir di depan pasar, selain dekat juga aksesnyapun mudah. Sedangkan parkir yang disediakan apabila pagi sudah digunakan pedagang untuk membuka lapaknya, jalan menjadi sempit dan kendaraan susah untuk melewati jalan tersebut.
Masyarakat juga mengeluhkan jalur khusus pesepeda yang yang diambil alih untuk lahan parkir. Sedangkan pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta pada pasal 31 ayat 1 dan 2 (a,c), bahwa Jalan Parangtritis merupakan jalan kolektor sekunder dengan kualifikasi jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter. Disebutkan pula pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Dari peraturan tersebut seharusnya jalur khusus sepeda tidak ada di jalan Parangtritis.
Kurang tepatnya pembangunan oleh pemerintah menyebabkan timbulnya masalah – masalah baru. Dari ulasan di atas mengenai parkir pada trotoar atau di jalur khusus pesepeda seharusnya segera ditanggapi. Pemerintah seharusnya melakukan penataan ulang bagi pedagang Pasar Prawirotaman supaya tidak menggunakan area parkir untuk berdagang. Diperlukan pula penyediaan lagi lahan yang lebih memadahi untuk parkir kendaraan, bisa saja bekerjasama dengan warga sekitar area Pasar Prawirotaman untuk disewa lahannya untuk digunakan sebagai lahan parkir.Â
Lagi pula hal tersebut juga membantu ekonomi masyarakat dengan disewanya lahan mereka untuk parkir dan membuka peluang pekerjaan tukang parkir di sekitar pasar Prawirotaman. Untuk jalur khusus pesepeda akan lebih baik bila dialihkan ke jalan perkampungan, selain lebih aman untuk pesepeda juga membebaskan jalan kolektor sekunder dari hambatan lalu lintas lambat.
Daftar Pustaka
Hardiman, Budi Francisco. 2003. Kritik Ideologi: Menyingkap Kepentingan PengetahuanBersama Jurgen Habermas. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.
Storey, Jhon. 2007. Pengantar Komprehensif Teori dan Metode Cultural Studies danKajian Budaya Populer. Yogykarta: Jalasutra.
Webtografi
Sumintarsih. 2015. Dinamika Kampung Kota Prawirotaman Dalam Perspektif Sejarah dan Budaya.http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/2015/02/02/dinamika-kampung-kota-prawirotaman-dalam-perspektif-sejarah-dan-budaya/ (diakses pada tanggal 14 Mei 2016 pukul 20.36 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H