Mohon tunggu...
Nindya Karina Indraswari
Nindya Karina Indraswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FKG Universitas Airlangga

~

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Krisis Lingkungan dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan, Refleksi dari Perspektif Pribadi

28 November 2024   11:35 Diperbarui: 28 November 2024   11:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis lingkungan telah menjadi salah satu isu krusial yang mendominasi wacana global selama beberapa dekade terakhir. Dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek ekologi, tetapi juga meluas ke ranah politik, ekonomi, dan sosial budaya.

 Dalam banyak forum internasional, isu ini sering dibahas dengan tujuan untuk mencari solusi kolektif. Namun, ironisnya, di tingkat lokal kesadaran dan partisipasi masyarakat sering kali masih terbatas. 

Masyarakat cenderung melihat isu ini sebagai masalah negara-negara maju atau tren global yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Pengalaman pribadi saya menjadi titik awal kesadaran tentang urgensi isu ini. 

Sebagai individu yang tumbuh di lingkungan yang dulunya hijau dan asri, saya menyaksikan langsung bagaimana degradasi lingkungan telah mengubah kondisi di sekitar saya dalam waktu yang relatif singkat. Dulu, area tempat tinggal saya terkenal dengan udaranya yang sejuk dan dipenuhi pepohonan. Kini, akibat ekspansi pembangunan yang tidak terkontrol, udara terasa lebih kering, tingkat polusi meningkat, dan suhu udara semakin panas setiap tahun.

Masa kecil saya dihiasi dengan kenangan bermain di sungai kecil yang mengalir jernih dekat rumah. Airnya begitu bersih, dengan kehidupan akuatik yang beragam, menjadikannya tempat yang ideal untuk bermain dan bersantai. Namun, beberapa tahun terakhir, sungai tersebut telah mengalami perubahan drastis.

 Airnya berubah menjadi keruh, dipenuhi dengan sampah rumah tangga, dan sering mengeluarkan bau tidak sedap akibat pencemaran. Fenomena ini mencerminkan realitas yang lebih luas yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan di seluruh dunia. Pencemaran air, udara, serta tanah merupakan masalah serius yang tidak hanya mengancam ekosistem lokal tetapi juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. 

Dari pengalaman ini, saya mulai bertanya-tanya, bagaimana generasi mendatang akan menghadapi dunia yang semakin tercemar dan tidak layak huni seperti ini jika tidak ada langkah konkret yang diambil sekarang?

Menggali lebih dalam, krisis lingkungan tidak hanya terbatas pada masalah pencemaran semata. Ada isu yang lebih kompleks seperti perubahan iklim, deforestasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. 

Ketiga masalah ini saling berhubungan dan memperparah satu sama lain. Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhu bumi, yang berdampak pada perubahan pola cuaca global. Perubahan ini berkontribusi pada terjadinya bencana alam yang lebih sering dan lebih parah, seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. 

Deforestasi, di sisi lain, mengurangi kemampuan alam untuk menyerap karbon dioksida, mempercepat efek pemanasan global. Hilangnya keanekaragaman hayati mengancam stabilitas ekosistem dan mengurangi kemampuan alam untuk pulih dari perubahan drastis yang disebabkan oleh aktivitas manusia. 

Semua ini adalah bukti bahwa kita hidup dalam sistem yang saling bergantung, dan kerusakan di satu bagian akan berdampak pada keseluruhan sistem ekologi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun