Mohon tunggu...
Nindya Juniarti
Nindya Juniarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menuliskan ide melalui imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Fiana

12 November 2023   00:01 Diperbarui: 12 November 2023   00:01 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari yang mendung dan syahdu ini seperti biasa menemani Fiana Alveria menuju kampus. Hawa sejuk menyedihkan menyelimuti tiap langkahnya. Angin berhembus bak tahu Fiana hendak pergi kemana. 
"Fiana Alveria!" teriak kakak tingkat berjas almamater dengan banyak tempelan badge. 
"Saya, kak." Timpal Fiana dengan membawa map. 
"Oke saya cek","nama Fiana Alveria, bagus." Kakak tingkat itu mencentang satu persatu formulir. 
"Alamat, Kos Flamingo, Jalan Gergaji Palem","dimana itu?" 
"Em, daerah dekat Karyadi, Kak." Jawabnya
"Jauh sekali." Dia keheranan. 
"Itu kos bude saya, saya ga dapet yang sekitar sini." Jawab Fiana dengan lugas. 
"Oke deh, saya mulai ya wawancaranya." 
"Oke, Kak." 
Wawancara itu berlangsung dengan sedikit canggung, tapi biasa saja karena Fiana mudah menjawab. 

Dua hari kemudian. 
Fiana berada dalam kelas, diam, dan seperti tidak punya teman. 
"Widih, Fiana lolos tuh!" ucap Aurellia, teman sekelas Fiana. 
"Masa sih, sekelas Fiana lolos BEM Universitas? Emang dia pengalamannya apa?" ucap Febri keheranan dengan Fiana. 
Semua orang tidak percaya akan kelolosan Fiana, karena lima semester hanya berangkat kuliah lalu pulang, bahkan dia dijuluki Fiteng (Fiana Teng). 

Pengumuman telah dilakukan, pertanda bahwa rapat besar dilaksanakan. 

Pukul tujuh malam semua kandidat lolos BEM Universitas telah berkumpul di aula besar kampus. Bisa ditotal ada 58 orang yang hadir. "Bang! Kapan kita mulai, kasihan adik-adik gemas ini." Tanya seorang lelaki dengan rokok di tangan kanannya. 
"Tunggu lah sebentar, Abang Rendi belum datang!" ucap Presiden BEM, Naufal. 
"Rendi yang semester empat belas itu bang?" tanyanya dengan logat Batak. 
"Hus, jangan disebut semesternya, sebutlah kontribusinya untuk kampus tercinta kita ini." 
Datanglah seorang dengan jaket jeans, bau rokok yang khas, dan tampang seperti belum mandi dua hari. 
"Oke, tamu undangan kita sudah datang, mari kita mulai","Ass.." 
"Eh eh, udah ga usah salam, salam itu pemborosan waktu! Sebagai mahasiswa kita harus efisien waktu!" ucap Rendi yang membuat kesal banyak orang. 
"Ya, oke lah kita langsung saja." 
"Besok ada acara demo untuk melengserkan gurbenur kita yang brengsek itu, dia menjual Pulau Kicik kepada Cina! Dasar gurbenur antek-antek Cina! Selain itu kasus korupsi besar jalur Trans Utara perlu diusut!" 
"Hidup mahasiswa!!" Teriaknya membabi buta. 
Mahasiswa banyak yang tidak paham sebenarnya tendensi demo ini apa, karena sudah beredar di media bahwa kebanyakan berita itu hoax. 
"Kalian harus datang! Jam sebelas, di Alun-alun",
"bagi yang absen, awas, kalian terancam tidak lulus!!" teriaknya lagi. 

Hari demonstrasi dimulai, 
Fiana tak tampak di lapangan kampus, Naufal me-presensi mahasiswa untuk diketahui jumlahnya. 
"Fiana!" 
"Fiana Alveria!" Naufal berteriak mencarinya. 
"Maaf kak, tidak ada dari tadi" ucap Aurellia. 
"Kek mana ini, ga ada satu!" ucap Rendi. 
"Maaf bang, gimana ni?" kata Naufal ketakutan. 
"Ya sudahlah, besok kubuat dia tidak lulus, hahahaha." ancam Rendi. 

Mereka kemudian berangkat meninggalkan Fiana yang tidak berhasil dihubungi oleh siapa pun. Sesampainya di Alun-alun, para mahasiswa itu memarkirkan motor dan berjalan sambil bernyanyi. 
"Buruh tani, mahasiswa rakyat miskin kota..." Mereka berjalan. Namun tidak sadar ada yang aneh dengan tukang parkir. 
Dia tidak menariki ongkos, dan tidak memberikan karcis. 
"Kijang satu..." ucap Tukang Parkir pada earphone warna hitam yang tergantung di telinga. 
"Masuk" jawab entah siapa di sana. 
"Motor total ada tiga puluh" jawab tukang parkir setelah berhitung. 
"Gembesi semua!" 
"Siap" Tukang parkir itu berjumlah tiga orang dengan sigap mengembesi ban motor milik mahasiswa dengan cepat, dalam waktu lima menit semua ban telah kempes. Presiden BEM kampus lain berada di atas sound systemi sambil berorasi yang isinya tak menarik untuk didengar. Seperti ditunggangi oleh sesuatu, demo ini banyak orang yang tidak paham, hanya ikut-ikutan. 
Di sebrang jalan, Rendi menepuk pundak mahasiswa. 
"Oi dek, panas?" 
"Iya, Kak." Jawab mahasiswa laki-laki 
"Ah cupu! Kek mana kalian ini." 
"Nih, gua ada minuman, halal." Rendi membagikan minuman. 
"Makasi, bang, baik banget" jawab mahasiswa perempuan. 
"Abang maaf, aku telat soalnya macet banget" Fiana tiba-tiba hadir. 
"Oi, kau Fiana? Bagus-bagus, tak jadi aku hukum, nih minum!" 
"Maaf bang, aku udah bawa." Tolak Fiana. 
"Heh! Tidak boleh ditolak, minum aja" ucap Rendi sambil meminumkan Fiana dengan air itu. 
Setelah lima menit Fiana minum, ia terasa pusing, sempoyongan. 
"Uh adek abang pusing?","sini ngadem dulu" ucap Rendi dengan muka mencurigakan. 


Fiana menerima ajakan Rendi, mereka berjalan menuju pojokan pohon beringin. Fiana mulai tak bisa mengendalikan diri, ia berdiri sambil memegang tangan Rendi. Rendi dengan niat jahatnya merapatkan diri, kemudian membelai halus rambut Fiana. Rendi membuka kancing jas Fiana, ia hendak melancarkan aksinya, namun digagalkan oleh seorang berbaju preman yang mendekapnya dari belakang. 
"Mau apa kamu?" 
"Ampun bang!" teriak Rendi. 
Rendi hendak pergi, namun ia didorong oleh Fiana hingga tersungkur. Mata Rendi menjadi bewarna merah, ia dibawa lelaki itu dan Fiana pergi menjauh dari kerumunan. Semua orang bernyanyi, tak ada satupun yang menyadari kepergian Rendi dan Fiana. Tiba-tiba gas air mata dilemparkan dari mana entah asalnya, semua orang panik, berteriak, dan lari ke parkiran. Saat hendak dinyalakan, motor mereka mendadak mogok, dan tidak bisa berjalan karena bannya bocor. 
"Eh gais ban ku bocor" ucap Aurellia. 
"Aku juga" ucap mahasiswa lain. Saat mereka hendak kabur, turun satu kompi polisi menangkap dan memasukkan mereka ke dalam mobil. Banyak mahasiswa tertangkap dan dibawa ke Mapolres. Sesampainya mereka, turun dari mobil, dan duduk di halaman Mapolres. 
"Selamat sore, adik-adik." Sapa seorang polisi. 
"Sudah jangan menangis, di sini kami akan meminta kalian keterangan mengenai satu orang, kalian akan dikembalikan setelah tes urin." Jelas polisi. 
"Eh, Fiana mana?" ucap Aurellia. 
"Ga ada, udah deh, ga usah dipikirin." Timpa Febri. 
"Saya mulai dari ketua kalian, Naufal." 
"Maaf, pak! Saya enggan diperiksa jika satu teman kami hilang." 
"Siapa?" tanya polisi. 
"Fiana." Jawab Naufal.
"Oh, Fiana Alveria?" tanya polisi. 
"Iya." jawab Naufal. 
"Di dalam." Ucap polisi itu, kemudian menarik tangan Naufal. Semua mahasiswa keheranan, mengapa Fiana di dalam? Naufal masuk ke dalam ruangan dengan satu lampu dan dua kursi berhadapan. Ia terheran seperti sedang diinterogasi kasus besar. 
"Naufal Wibowo." Ucap wanita masuk dengan pakaian berbeda dari yang ia kenal. 
"Fi, Fiana?" Naufal mengucek matanya, tanda tak percaya. 
"Hanya kamu dan Rendi yang saya interogasi." Lugas Fiana. 
"Maksudnya?" 
"Perkenalkan, saya Briptu Fiana Alveria, intel dari Polda","kaget?" 
"Fi, kenapa kamu bohongin aku?" tanya Naufal sambil berkaca-kaca. 
"Apa ngga nyadar kamu? Alamatku bukan di dekat Karyadi, tapi di belakang Polda." 
"But nevermind karena aku ga pernah pulang." 
"Ga usah sok menutupi, kamu tahu tadi di demo ada banyak yang minum ini." Ia menaruh botol minum setengah minum persis seperti yang ditawarkan Rendi. 
"Apa itu?" 
"Ga usah sok bodoh!" Fiana menggebrak meja. 
"Minuman ini dicampur ganja!" teriak Fiana. 
"Hah?" kaget Naufal. 
"Rendi yang mendistribusikan ini ke teman-teman, dan aku yakin lima puluh persen lebih, mereka mengonsumsi ini." "Are you stupid?" 
"Kamu bertanggungjawab atas hal ini, Fal!" 
"Inget, kamu Presiden BEM, tinggal tunggu hasil lab.","atau semua dipermudah jika kamu mengaku, ini dari siapa?" 
"Asli, sumpah, ga tahu" jawab Naufal dengan tremor. 
"Oke." Fiana keluar dari ruangan. 
"Tahan dia." Ucapnya kepada polisi. 
Naufal ditahan dengan alasan yang ia tidak ketahui. Kemudian hasil lab urin telah keluar pada pukul dua pagi. Benar saja, lima puluh tujuh orang telah mengonsumsi ganja, termasuk Rendi. 

Mereka tidak bisa pulang ke rumah. 
Berita menyebar dengan cepat, seluruh kota menjadi panas. Fiana, gadis itu kembali ke kampus dengan muka datar, dan perasaan biasa saja, karena namanya tak ada dalam daftar. Fiana diundang menghadap rektor, ia diinterogasi. 
"Nak, kenapa hanya kamu yang tidak ada dalam daftar?" tanya rektor. 
"Maaf, bu, sebelumnya saya ada acara dengan keluarga, nah saya mau izin dengan Kak Naufal tapi kuota saya habis, jadi semalaman tidak berkabar, saya dihukum ya, Bu?" jelas Fiana dengan nada ketakutan. 
"Jadi kamu ada acara keluarga? Dimana?" tanya rektor. 
"Di daerah atas, Bu, yasinan Bude saya." Jelas Fiana. 
"Nak, bukan saya mau menghukum kamu karena tidak demo, tapi saya mau mengapresiasi kamu, kamu aman." Peluk rektor. 
"Aman apa, Bu?" Fiana bertanya. 
"Kamu bebas dari narkoba, entah apa mereka bisa memakai narkoba." 
Ucap rektor sambil menangis. Fiana tak berucap apapun.

Semua orang kini bertanya, siapakah dalang di balik semua ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun