Bulan ramadhan adalah bulan suci yang ditunggu-tunggu umat muslim. Mengapa Demikian, karena suasana di bulan ini tidak terjadi di bulan-bulan lain.Â
Di mana suasana saat kita menunaikan puasa, menunaikan shalat tarawih, tadarus Al-Qur'an, dan masih banyak lagi. Di bulan ini, suasana islami terlihat jelas. Selain itu, momen yang tidak kalah menariknya saat kita buka bersama dengan keluarga, teman, atau berbuka puasa bareng remaja masjid.Â
Dalam pembahasan ini, saya akan membahas tentang tradisi tersendiri dalam menyambut bulan ramadhan di desa saya yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Tradisi menyambut bulan suci ramadhan yang sampai saat ini masih dilakukan salah satunya nyadran dan unggah-unggahan. Tetapi pastinya ada yang setuju dan tidak dengan tradisi ini, tetapi kita harus saling menghargai. Karena toleransi itu indah, terlebih tinggal di negara yang memiliki keragaman budaya, ras, suku, agama dan bahasa ini.Â
Bagi kalian yang percaya atau melakukan tradisi ini sah-sah saja, bagi yang tidak percaya atau menjalankan tradisi ini juga tidak apa-apa. Itu hak mereka kita harus menghargai dan tidak menghakimi.
Sebelum membahas tradisi menyambut bulan ramadhan, di sini akan membahas lebih dulu tentang apa sih bulan suci ramadhan? Bulan ramadhan adalah bulan suci yang dinantikan umat muslim.Â
Pada bulan ini kita akan menunaikan ibadah puasa selama satu bulan. Di mana kita harus menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa.Â
Contohnya yaitu 1.) makan dan minum yang disengaja, 2.) muntah disengaja, 3.) haid, 4.) Nifas, 5.) Gila  atau hilang akal dan pingsan, 6.) Murtad (orang yang keluar dari agama Islam), 7.) Keluarnya mani sebab sentuhan kulit, 8.) Melakukan hubungan suami istri di siang hari, dan masih banyak lagi.
Perlu diketahui lagi bahwa pada bulan ramadhan juga disebut bulan yang penuh berkah, penuh rahmat, dan penuh ampunan Allah SWT. Pada bulan ini, kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Â Maka dari itu kita harus bisa menggunakan waktu kita untuk lebih rajin beribadah dan berdoa.
Setelah membahas sedikit mengenai bulan ramadhan, pastinya kita sebelum ramadhan ada persiapan tersendiri. Salah satunya yaitu menyelesaikan atau menunaikan qada puasa bagi tahun lalu sebelum datangnya puasa yang akan datang. Pastinya hal tersebut dialami pada perempuan pada umumnya.Â
Selain itu, kita juga mempersiapkan fisik kita agar bisa menjalankan atau menunaikan ibadah dengan khusyuk. Hal tersebut juga agar kita juga tetap sehat dan dapat melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan.
Oh iya, setelah persiapan diri sendiri, saya akan membahas tentang tradisi-tradisi di desa saya yang sampai saat ini masih dilakukan. Tentunya saya disini mewawancarai salah satu tokoh di desa saya. Beliau bernama Bapak Simin.Â
Sebelum itu kita harus tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tradisi itu sendiri? Jadi tradisi adalah suatu kegiatan atau kebiasaan yang berulang-ulang sejak zaman dahulu atau kebiasaan warisan dari nenek moyang terdahulu. Di mana pada saat ini masih ada yang melaksanakan tradisi tersebut tetapi juga orang ada yang telah meninggalkan tradisi.
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di desaku yang pertama yaitu tradisi nyadran. Nyadran adalah tradisi yang dilakukan oleh orang Jawa pada umumnya sebelum awal puasa ramadhan. Nyadran biasa disebut juga ziarah kubur sebelum awal puas pertama di bulan ramadhan. Di mana kita berziarah ke makam kerabat dan keluarga yang sudah meninggal dunia.
Tradisi nyadran ini biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah  (dalam kalender Jawa) lebih tepatnya pada tanggal 15, 20, dan 23 Ruwah. Tradisi nyadran pada umum dilaksanakan orang jawa sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur nenek moyang kita sekaligus ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta Allah SWT.
Namun, ada pendapat sekelompok orang yang tidak melakukan tradisi ini karena mereka berkeyakinan bahwa nyadran termasuk syirik atau menyekutukan Tuhan.Â
Sedangkan menurut kelompok kedua yang menyakini budaya atau tradisi, nyadran adalah kegiatan keagamaan yang boleh dilakukan, tetapi niatnya tidak untuk menyembah leluhur atau pekuburan yang kita datangi. Salah satunya kita bisa niatkan untuk mengingat bahwa hidup di dunia hanya sebentar, dan kita akan kembali ke sang pencipta Allah SWT.
Jadi kita sebagai manusia harus bisa saling menghargai keyakinan seseorang dengan tidak menghakimi seseorang, terlebih kita tidak tahu niat sesungguhnya orang tersebut. kuncinya yaitu saling menghargai sesama manusia. Karena buruk menurut kita belum tentu buruk di mata Allah SWT.
Adapun beberapa kegiatan orang jawa dalam melakukan tradisi nyadran di desaku diantaranya:
1. Bersih-bersih makam keluarga, dan leluhur desa.
Kegiatan ziarah ini dilakukan dimakam keluarga dan leluhur desa. Setelah membersihkan makam dan ziarah, warga desa  biasanya meninggalkan sejumlah hasil bumi atau makanan  diarea pemakaman untuk dibagikan setelah berdoa bersama.Â
Warga desa biasa akan membawa peralatan sendiri dari rumah untuk membersihkan makam, seperti membawa sapu lidi. Â Setelah itu, kemudian masyarakat akan meninggalkan uang untuk biaya perawatan makam ke penjaga makam setempat.
2. Doa bersama untuk keluarga dan leluhur desa di makam saat ziarah.
Kegiatan doa bersama ini biasanya dilakukan warga desa setelah selesai membersihkan makam dan ziarah. Mereka berdoa dengan tujuan untuk memanjatkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan juga mendoakan para leluhur atau keluarga yang sudah meninggal dunia.
3. Makan bersama.
Kegiatan makan bersama ini dilakukan setelah doa bersama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat tali persaudaraan dan persatuan dalam masyarakat di desa. Makanan yang ada beragam tergantung kemampuan warganya.Â
Akan Tetapi, pada umumnya warga desa akan menghidangkan masakan hewan ternak seperti kambing dan ayam, yang mana itu akan dibagi-bagi dan dimakan bersama-sama.
Setelah penjelasan sedikit mengenai nyadran, tradisi lain di desaku yaitu unggah-unggahan. Pastinya banyak diantara kita yang familiar dengan kata ini, terlebih orang Jawa.Â
Unggah-unggahan sendiri yaitu saling bertukar dan berbagi bingkisan makanan yang sudah dibawa dari rumah. Unggah-unggahan berasal dari kata "unggah" yang memiliki arti menaikkan. Biasanya unggah-unggahan ini dilaksanakan di masjid atau musholla terdekat rumah warga yang akan melakukan unggah-unggahan. Â Dari sini kita pahami bahwa tradisi ini dilakukan pada malam pertama sholat tarawih, yaitu lebih tepatnya setelah sholat Maghrib.Â
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh bapak-bapak warga desa. Oleh karena itu, unggah-unggahan bermakna yaitu tradisi berbagi makanan seperti sambal goreng kentang, mie, tahu, dan lain-lain oleh bapak-bapak kepada saudara atau tetangga di masjid terdekat.
Di desa saya tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu, dan tetap lestari hingga saat ini. Begitu pula dengan Bapak Simin, beliau juga melakukan tradisi ini menyambut bulan Ramadhan dari tahun ke tahun. Beliau juga mengatakan bahwa tradisi ini selain untuk saling berbagi tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan silaturahmi dan kesatuan bangsa.
Menurut beliau tradisi unggah-unggahan sampai sekarang masih bisa langgeng dan tidak pudar karena, salah satunya warga desa masih melestarikan tradisi ini.Â
Alasan pertama, Â warga desa tidak merasa keberatan jika harus mengeluarkan beberapa besek yang berisi nasi dan lauk pauknya, dan memiliki niat sebagai ungkapan rasa syukur atas datangnya bulan suci ramadhan, yaitu bulan puasa. Dimana bulan ini penuh berkah dan banyak nilai-nilai pahala bagi masyarakat yang melakukan perintahnya
Alsan mereka yang kedua adalah dari tradisi ini terdapat nilai silaturahim, karena mereka memberikan berkat ini para bapak-bapak di masjid,  dan juga  menyampaikan permohonan maaf, jika ada kesalahan dalam bertetangga. Hal ini seperti terlihat sepele, tetapi maknanya dalam sekali.
Alasan yang ketiga, adalah shodaqoh. Dalam tradisi ini diniatkan juga untuk shodaqoh di bulan ramadhan. Terlebih shodaqoh di bulan suci ramadhan, bulan yang penuh rahmat Allah SWT.
Meskipun ada yang tidak setuju untuk merayakan tradisi ini, tetapi intinya disini intinya menghargai. Begitulah ungkapan Bapak Simin. Mereka merayakan atau tidak tradisi ini merupakan hak mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H