Mohon tunggu...
Nindita Lutviani
Nindita Lutviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal-Manajemen

Mahasiswa aktif di Universitas Pancasakti Tegal yang memiliki komitmen untuk terus belajar, berkembang dan minat yang tinggi untuk mencoba hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akulturasi Budaya di Indonesia: Harmoni Yang Memperkaya atau Hilangnya Keunikan?

28 Desember 2024   14:16 Diperbarui: 28 Desember 2024   14:22 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Globalisasi telah menciptakan arus deras pertukaran budaya yang tak terbendung. Di Indonesia, negara dengan keragaman budaya yang luar biasa menjadikan fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang apakah akulturasi budaya menghasilkan harmoni yang memperkaya, atau justru menyebabkan hilangnya keunikan identitas lokal? Jawabannya, seperti kebanyakan hal kompleks terletak di suatu titik di antara dua ekstrem tersebut.

Akulturasi merupakan proses pencampuran dan penggabungan budaya yang telah membentuk lanskap budaya Indonesia selama berabad-abad. Kedatangan berbagai pengaruh asing dari India, Tiongkok, Arab, hingga Eropa telah menghasilkan jejak yang tak terhapuskan. Contohnya terlihat jelas dalam arsitektur Candi Borobudur memadukan unsur-unsur Buddha dengan seni lokal, sementara Masjid Agung Demak menunjukkan perpaduan arsitektur Jawa dan Islam. Ini menunjukkan bagaimana akulturasi dapat menciptakan bentuk-bentuk seni dan budaya baru yang unik dan kaya, sebuah harmoni yang lahir dari percampuran.

Contoh lainnya dalam kesenian yaitu Tari Jaipongan yang berasal dari Jawa Barat adalah contoh akulturasi dalam seni tari. Tari ini menggabungkan unsur-unsur tradisional Jawa dengan musik dan gerakan yang lebih modern. Selain itu, gamelan, alat musik tradisional Indonesia, juga memiliki pengaruh Hindu, Jawa, dan Bali.

Namun, globalisasi modern yang didorong oleh teknologi dan ekonomi global menghadirkan tantangan yang berbeda. Arus informasi dan produk budaya global yang masif dapat mengancam kelangsungan budaya lokal. Contohnya, semakin populernya musik dan film Barat di Indonesia berpotensi menggeser apresiasi terhadap musik dan film tradisional. Seperti musik pop, jazz, reggae yang semakin meluas di Indonesia dan film-film barat yang mudah diakses melalui platform digital seperti Netflix, Viu, Video.com dan lain sebagainya.

Contoh lainnya, perkembangan kuliner cepat saji seperti burger makanan khas Amerika Serikat yang sering disajikan di restoran cepat saji, di Indonesia burger sering disajikan dengan topping sambal, dan pizza makanan khas Barat yang sering disajikan di restoran cepat saji, di Indonesia pizza sering disajikan dengan bahan lokal. Fenomena ini mengurangi konsumsi makanan tradisional, yang kaya akan nilai budaya dan kearifan lokal. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya keunikan, bahkan kepunahan dari berbagai tradisi dan kearifan lokal.

Pertimbangan perspektif sangat penting dalam memahami dinamika ini. Generasi muda, yang lebih mudah menerima dan mengadopsi elemen-elemen budaya asing. Sementara itu, generasi tua cenderung lebih memegang teguh tradisi dan nilai-nilai budaya lokal. Perbedaan ini dapat menyebabkan konflik generasi dan tantangan dalam upaya pelestarian budaya. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula perspektif dari kelompok minoritas yang mungkin mengalami tekanan lebih besar untuk mengadopsi budaya dominan.

Untuk menjaga harmoni dan mencegah hilangnya keunikan, diperlukan upaya sadar dan terencana. Pemerintah memiliki peran penting dalam melindungi dan mempromosikan budaya lokal melalui kebijakan yang tepat, seperti pendanaan untuk pelestarian seni dan budaya tradisional, serta pendidikan yang menenkankan pentingnya menghargai keragaman budaya. Media massa juga memiliki peran vital dalam membentuk persepsi publik dan mempromosikan budaya lokal. Lebih jauh lagi, masyarakat sendiri harus aktif terlibat dalam upaya pelestarian budaya, misalnya melalui partisipasi dalam festival budaya atau pembelajaran tradisi lokal.

Jadi, akulturasi budaya di Indonesia adalah proses yang kompleks dan dinamis. Ia menawarkan potensi untuk menciptakan harmoni dan kekayaan budaya, tetapi juga menyimpan risiko hilangnya keunikan identitas lokal. Dengan pendekatan yang bijak, yang mempertimbangkan berbagai perspektif dan melibatkan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, kita dapat memandu proses akulturasi ini menuju hasil yang positif, dimana harmoni dan keunikan dapat hidup berdampingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun