Mohon tunggu...
Nindi Saputri
Nindi Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Airlangga, Fakultas Vokasi, Prodi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Diary

Saksi Bisu Beauty Privilege

15 Juni 2023   11:20 Diperbarui: 15 Juni 2023   11:21 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Minimal sekali dalam seumur hidup, seseorang pasti pernah berpikir terkait beauty privilege. Beauty privilege adalah keistimewaan yang bisa didapatkan orang-orang dengan wajah rupawan. Seorang yang menerima beauty privilege seringkali jadi objek kedengkian dan kebencian seseorang. Apakah salah mereka untuk mendapatkan suatu keistimewaan?

Sebagai seorang yang menyaksikan eksistensi beauty privilege itu sendiri, saya bisa katakan itu bukan salah mereka. Tentu mereka mendapatkan kemudahan dalam beberapa hal, namun semua itu hadir dengan harga yang harus mereka bayar. Iri dengki dan perasaan benci yang hadir pada hati seseorang merupakan harga yang harus mereka terima. Kedua hal tersebut selalu hadir tanpa mereka minta.

Bagi sebagian orang yang mengalami kerugian karena adanya beauty privilege, dampaknya bisa mereka rasakan pada personality, mindset, dan bagaimana cara mereka memandang sesuatu. Anda bisa cari satu kata kunci terkait perjanalan, transformasi, ataupun pengalaman seseorang dalam menghadapi beauty privilege, saya yakin mereka akan membahas terkait personality dan bagaimana cara mereka melihat sesuatu.

Mereka yang mengalami kerugian karena tidak rupawan akan mengembangkan personalitynya to the fullest. Pertanyaannya, is personality really a big thing? Saya tidak bisa berbicara banyak terkait personality, tapi saya pribadi percaya personality bisa membuat seseorang bersinar. Apabila seseorang memiliki personality yang menyenangkan, tidak akan ada orang yang tidak suka. Apakah personality bisa mengimbangi privilese yang didapat orang-orang rupawan? Tidak juga.

Kita tidak bisa memungkiri benefit yang bisa didapatkan hanya karena memiliki wajah rupawan. Beauty privilege tidak akan menjadi sebuah isu yang banyak orang bicarakan apabila masalahnya tidak serius. Beauty privilege is real, face it.

Orang-orang yang menerima beauty privilege biasanya tidak sadar kalau dia punya, dan meskipun ada orang-orang yang sadar menerima beauty privilege, biasanya tidak akan berusaha untuk memutuskan atau mengendalikan sistem privilese tersebut. Kalau di narasikan seperti itu terlihat tidak benar bagi sebagian orang, namun narasi tersebut masuk akal. Mereka yang menerima beauty privilege pada dasarnya menerima keuntungan secara terus menerus, manusia mana yang ingin semua itu berhenti? If you privileged enough, you don't want to give your power.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi realita adanya beauty privilege? Saya tidak bisa menulis banyak terkait hal ini. Sederhananya, kita harus memperbaiki diri sendiri. Bukan hanya penampilan, tetapi juga bagaimana cara kita memandang sesuatu, bagaimana cara kita bersyukur, dan bagaimana cara kita mengahadapi sesuatu. Mengeluh dan terus-terusan iri tanpa berusaha untuk meraih merupakan suatu hal yang sia-sia. Menyalahkan takdir pun tidak berguna untuk dirimu sendiri, just face it. Terima semuanya dan figure out how to escape that hole of negativity!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun