Mohon tunggu...
Nindira Aryudhani
Nindira Aryudhani Mohon Tunggu... Full time mom and housewife -

Full Time Mom and Housewife

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Kaya, Calon Penguasa

20 Agustus 2018   07:39 Diperbarui: 20 Agustus 2018   08:58 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Orang-orang kaya biasanya gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipatgandakannya. Bahkan ketika menjelang wafatnya Umar, Ibnu Auf telah ditegaskan oleh para shahabat bahwa beliaulah orang yang lebih berhak menjadi khalifah dibandingkan lima calon yang lain. 

Namun ujarnya, "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik ambil pisau lalu taruh ke atas leherku." Sikap zuhudnya terhadap jabatan ini justru menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima tokoh terkemuka itu. Hingga Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi."

Demikianlah hakikat seorang laki-laki kaya raya dalam Islam. Dirinya telah ditempa dengan iman yang sempurna, Islam yang kaffah. Suatu sosok yang detik ini justru seringkali dilekatkan dengan Islam ekstrim. Padahal, ketika harta kekayaan memang dibingkai dengan iman, maka pemiliknya tiada ragu untuk berniaga di jalan Allah. Semata demi meraih cinta-Nya.

Sosok seperti Abdurrahman bin Auf ini tak bisa diteladani sekedar sebagai pribadi muslim. Namun ianya terlahir dalam ranah kehidupan yang kondusif dengan masyarakat yang Islami dan suasana hidup di bawah penerapan peraturan Islam. Karenanya, keimanannya subur. Iman yang layak menuntun, bahwa ketika dirinya dicalonkan menjadi penguasa, hal itu tak menjadikannya haus kekuasaan.

Tidaklah selayaknya visi-misi seorang pemimpin yang meski dirinya kaya, justru semakin memperlebar jurang kesenjangan dengan rakyatnya yang miskin. 

Hendaklah seorang pemimpin tidak menjadikan amanah kepemimpinannya sebagai profesi alias ajang mencari nafkah, apalagi sampai untuk memperkaya diri sendiri. Keberkahan harta sejatinya bukan karena bertambah jumlahnya. Melainkan karena ia merasa semakin cukup meski hartanya berkurang banyak setelah diperniagakan di jalan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun