Jika mengamati kehadiran perempuan dalam iklan televisi di Indonesia, apa yang paling sering kamu jumpai? Apakah potret ibu rumah tangga yang sedang asyik memasak resep andalan keluarga? Atau sosok ibu yang cekatan dalam membersihkan seisi rumah?
Jika pertanyaan-pertanyaan tadi sudah terjawab, maka persoalan selanjutnya ialah di mana karakter ayah?
Karakter laki-laki memang kerap tak dimunculkan dalam iklan-iklan produk kebutuhan rumah tangga. Sebab selama ini, peran laki-laki dipersepsikan sebagai sosok yang mencari nafkah di luar rumah.Â
Kalaupun muncul, perannya tak jauh-jauh dari 'tim hore' yang hanya menunggu istri selesai memasak sembari menonton televisi.
Kondisi ini tak berbeda jauh ketika pandemi Covid-19 melanda. Sebuah produk susu formula lagi-lagi muncul dengan sosok ibu yang menemani anaknya belajar jarak jauh dari rumah.
Sampai hari ini, tak bisa dimungkiri, iklan berbagai produk kebutuhan rumah tangga masih didominasi oleh visualisasi perempuan dalam melakukan tugas domestik.Â
Kehadiran perempuan dalam industri iklan yang masih berkutat pada domestikasi peran tak ayal layaknya lingkaran setan yang terus melanggengkan budaya patriarki di masyarakat.Â
Hal ini selaras dengan yang dituturkan Douglas Kellner mengenai media culture dalam bukunya yang berjudul Budaya Media (Cultural studies, Identitas, dan Politik: Antara Modern dan Post Modern).Â
Menurutnya, budaya media menunjuk pada suatu keadaan yang menampilkan audio visual atau tontonan-tontonannya yang telah membantu merangkai kehidupan sehari-hari, membantu proyek-proyek hiburan, membentuk opini publik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang.
Dalam kajian cultural studies, seks dan gender dilihat sebagai konstruksi-konstruksi sosial yang secara intrinsik terimplikasi dalam persoalan representasi.