Sore tadi sepulang dari memfotokopi bahan kuliah, saya naik angkot untuk pulang ke kostan. Karena hari sudah sore, saya memutuskan untuk mampir ke tempat makan dulu untuk membeli makan malam. Sebelumnya saya tidak pernah punya masalah waktu naik angkot. Jadi, angkot mana saja yang berhenti, saya langsung naik. Tetapi angkot yang saya naiki tadi sore, cukup membuat saya emosi. Dari segi kelayakan, mobil angkot itu jauh dari kata layak. Koplingnya mengeluarkan suara cukup keras saat digerakkan, mesin mobilnya juga terdengar tidak sehat. Saya jadi teringat tentang mobil Esemka yang gagal lulus uji emisi. Banyak kendaraan umum lalu lalang dengan bebas di jalanan sambil mengerluarkan asap hitam legam, masih dibiarkan beroperasi. Dimana letak kelayakan uji emisinya? Selain kendaraan, cara menyetir sopir angkot tersebut juga sangat berbahaya. Dia menyetir dengan ngebut dan ugal-ugalan. Terlihat sekali cara membawa mobilnya yang asal-asalan. Dia juga hampir menyerempet mobil ketika menurunkan penumpang. Yang paling membuat kesal adalah, sopir itu sangat tidak punya etika. Ketika saya turun, saya berkali-kali bilang “kiri” dan hampir berteriak sampai sopirnya mendengar. Saat saya turun dan memberi uang ongkosnya, dia membuang muka sambil mengambil uang itu dengan kasar. Sangat tidak menghargai penumpang.
Angkot adalah moda transportasi yang paling sering dipakai masyarakat. Selain ongkosnya yang murah, jangkauan angkot cukup luas. Untuk menjangkau daerah yang tidak terlalu jauh, maka angkotlah yang jadi pilihan utama. Tetapi moda transportasi publik ini belum bisa dikatakan layak, aman dan nyaman bagi masyarakat. Dari segi sumber daya manusia, banyak supir angkot yang belum mahir sekali meyetir sudah berani mengendarai angkot, sambil narik penumpang lagi. Maraknya supir tembak juga cukup mengkhawatirkan. Banyak dari mereka yang belum memiliki SIM. Selain itu, beberapa waktu yang lalu juga marak sekali tindak kriminalitas yang ternyata dilakukan supir-supir tembak ini. Semua orang bisa menjadi supir angkot tanpa aturan yang jelas. Ketika ada keluhan dan pengaduan, masyarakat bingung harus mengurusnya kemana. Dan ketika terjadi tindak kriminalitas yang dilakukan “supir tembak” itu, maka perlu proses yang lama karena tidak ada satu pun lembaga yang memiliki database supir angkot resmi. Dari segi material, banyak sekali mobil-mobil angkot yang sudah sangat tidak layak pakai dipaksakan untuk tetap beroperasi. Hasilnya adalah angkotnya sering mogok di tengah jalan, mengeluarkan asap knalpot yang berpolusi, dan yang paling penting adalah membahayakan keselamatan penumpang dan kendaraan lain di jalanan. Mobil angkot yang layak beroperasi sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari. Untuk masalah “ngetem”, semua orang hanya bisa sabar.
Sudah hampir 67 tahun negara kita merdeka. Moda transportasi publik yang murah, aman dan nyaman masih juga belum bisa disediakan oleh pemerintah. Jumlah angkot yang beroperasi juga berlebihan, sehingga berkontribusilah mereka terhadap kemacetan yang tak kunjung usai. Mungkin banyak juga juragan angkot yang memberi stimulus pelicin pada sebagian oknum tidak bertanggung jawab agar kendaraan yang tidak layak, jumlah yang berlebihan, masih dapat beroperasi.
Ada slogan “go green: use public transportation”. Saya juga sangat ingin menggunakan transportasi publik. Namun melihat fakta di lapangan, saya maklum jika masih banyak orang yang enggan naik angkot karena uraian saya di atas. Alternatifnya adalah menggunakan kendaraan pribadi, yang berujung pada konsumsi bahan bakar bersubsidi membebani apbn. Mata rantai setan yang harus segera diputus. Bagaimana pun juga, masyarakat berhak mendapatkan pelayanan transportasi yang terjangkau, murah, aman, dan nyaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI