Mohon tunggu...
Ninda Canidia
Ninda Canidia Mohon Tunggu... -

Panacea\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menoleh ke Laut

11 April 2012   08:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:46 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut kita merupakan sawah ladang yang sungguh tak terkira nilainya. Tanpa harus mencangkul dan membajaknya, kita dapat memanen hasilnya kapan saja. Laut pun tak meminta pupuk atau obat-obatan pengusir hama. Tak ada kata paceklik. Sekiranya kita memiliki teknologi dan modal, musim barat atau musim timur bukan halangan. Sekiranya kita punya pengetahuan, tidak sulit mencari haluan untuk menebar jaring.

Luas laut kita lebih dari 4 juta kilometer persegi. Potensi lestari ikan di wilayah Indonesia sangatlah bagus. Jika saja kita sanggup menangkap separuh saja dan menjualnya pasti kita akan untung besar. Ironisnya, dari tahun ke tahun, nelayan kita tetap saja tertinggal,rombeng, compang camping. Desa nelayan identik dengan kantong kemiskinan.

Para nelayan itu hanya bergumul dengan laut. Sesungguhnya, mereka benar-benar memiliki akses pada kekayaan laut. Kapasitas teknologi yang ada pada mereka jauh dari memadai. Jika Indonesia mencatat, produksi ikan laut 4,4 juta ton, sebagian dijarah oleh kapal-kapal milik orang asing yang beroperasi dengan Merah-Putih. Andai saja kapal-kapal itu dapat kita halau dan nelayan nasional diberdayakan, masih ada 2 juta ton ikan segar lagi yang dapat kita panen setiap tahun.

Laut kita adalah sawah ladang yang tak pernah kering. Sejauh kita tidak tamak menggarapnya, ia akan jadi harta pusaka yang abadi, yang terus akan memberi manfaat kepada anak, cucu, cicit, dan seterusnya. Laut adalah sumber daya yang renewable, terbarukan.

Minimnya kapasitas teknologi yang dimiliki nelayan dan juragan-juragannya, kadang membuat mereka zalim. Mereka menggarap harta pusaka itu dengan cara-cara teroris: bom, diracuni, diportas, dipekat harimau, dan lain-lain. Begitulah sebagian nelayan kita mengambil jalan pintas untuk mendapatkan kerapu, udang lobsters, bawal,kakap merah.terumbu karang pun hancur lebur bersama ikan-ikan yang bersarang di habitat itu. Lalu, siapa yang peduli akan hal itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun