Mohon tunggu...
Anggistia Ninda Arifianto
Anggistia Ninda Arifianto Mohon Tunggu... Lainnya - Aku hanyalah manusia biasa yang tak tahu bagaimana mengungkap kata, tapi aku manusia biasa yang mampu menoreh sejarah melalui cerita

Quality Over Quantity

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Adventure Awaits

28 November 2020   19:55 Diperbarui: 28 November 2020   20:04 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua impian bisa menjadi nyata jika kita memiliki keberanian untuk mengejar impian tersebut dengan sungguh sungguh. -Walt Disney-

Setiap manusia pasti pernah bermimpi, tapi tidak semua orang berani mengejar impiannya tersebut. Seperti perkataan seorang novelis ternama dari Brasil, Paulo Coelho, takut gagal dalam hidup membuat impian sulit tercapai. Memang, mengejarnya dibutuhkan niat, usaha, juga strategi.

Itulah kata-kata yang selalu kuingat dan salah satu alasanku tak pernah menyerah meraih mimpi. Itu juga yang membuatku mampu membuang pikiran jauh-jauh bahwa  kegagalan dan ketidakmampuan kita saat ini adalah bagian dari takdir. Hidupku adalah pilihanku.

Selama bertahun-tahun, acap kali ditanya 'kamu punya impian apa?' atau 'kalau udah besar mau jadi apa?' Dengan tenang kujawab, 'gak tau. Nanti aja deh mikirnya, kan masih abu abu ini.' Bukan karena tak terpikir olehku, hanya saja menurutku memikirkan sesuatu yang belum ada kejelasannya itu cuma menghabiskan waktu, dan ya tak ada gunanya. Toh, urusan takdir sudah Allah yang atur, kita tinggal terima aja.

Tapi, itu semua berubah tatkala aku berjumpa dengan seorang gadis penjual donat keliling di sekitar taman kota. Aku selalu memperhatikan gadis itu tiap pulang sekolah. Ia duduk termenung di kursi taman dengan 3 tumpuk kotak berisi donat jualannya. Tapi, bukan karena gadis itu aku penasaran, melainkan sebuah globe kecil yang selalu ia pegang itu membuat tanda tanya di benakku.

Akhirnya aku menyempatkan diri ke taman itu selepas pulang sekolah. Semoga saja gadis itu bisa menjawab seruang tanya di otakku ini. Lama kususuri taman kota, namun tak jua menemukan apa yang kucari. Terlebih siang kali ini justru begitu terik, gerah rasanya. Aku duduk di sebuah kursi di mana gadis itu biasa duduk selepas menjajakan barang dagangannya. Masih berharap kedatangannya.

Benar saja, tak lama kemudian sosok yang kutunggu muncul. Mungkin ia tak menyadari kehadiranku yang tengah duduk di kursi itu. Gadis itu mengeluarkan benda yang akhir-akhir ini menyita perhatianku. Tak ayal, kuperhatikannya dengan seksama. Hingga kuberanikan diri untuk bertanya.

"Apa istimewanya globe itu untukmu?"

Gadis itu menoleh ke arahku dengan tersenyum. Kulihat sebuah kata tertulis di globe tersebut.

"Adventure awaits?" ucapku dengan nada keheranan.

"Iya, sebuah petualangan sedang menanti. Globe ini mengajarkanku untuk mempersiapkan masa depanku dari sekarang. Dunia itu begitu luas, kita gak bisa mengatur prosesnya dengan instan, butuh kemauan dan perjuangan. 

Kata ayah, 'jika kamu ingin mengubah dunia, tak cukup dengan hanya duduk manis saja, kelilingi dunia itu, dan dari sana wawasanmu akan terbuka.' Itu pesan ayahku sebelum dia menutup mata untuk terakhir kalinya." Kata gadis itu.

Hati kecilku terpukul. Aku seorang gadis yang orangtuaku masih ada, dan punya masa depan begitu cerah saja masih belum mempunyai mimpi ataupun cita-cita untuk hari esok. Sedangkan ia, yang walaupun seorang penjual donat keliling dan ayahnya sudah tiada di dunia ini, mempunyai prinsip pengejar mimpi yang begitu hebat.

Kemudian, setelah berbincang-bincang dengannya, aku pun pulang. Tak jauh melangkah, gadis itu berteriak sambil melambaikan tangan, "Naira Mahira Fidin". Astaga, aku hampir lupa memperkenalkan diriku padanya. "Haneen Malikah Al-Qolbi" balasku.

Sejak dari itu, aku mencoba untuk berkonsultasi dengan orang tua. Lewat percakapan panjang selama kurang lebih 3 jam yang diselingi secangkir teh dan sepiring pisang goreng, aku menarik konklusi bahwa di masa depan nanti aku mau bekerja dengan manusia, bukan dengan alam atau mesin. Profesi diplomat akhirnya menjadi pilihan utamaku.

Well, aku mulai mengatur siasat, strategi, rencana-rencana di masa mendatang untuk mencapai tujuan itu. Dari yang masuk SMA favorit di Jakarta, lalu mencoba mengasah kemampuanku dalam berorganisasi dan berbahasa. Karena, untuk menjadi seorang diplomat, kemampuan bahasa sangat diperlukan begitu pula pengalaman dalam berorganisasi. 

Maka akhirnya sedikit demi sedikit tanda ceklis mulai bertebaran di lembaran buku yang kuberi judul 'ADVENTURE AWAITS'. Haha... ya, judul itu untuk mengingat awal mula mimpiku dibangun karena seorang gadis sederhana namun mempunyai mimpi yang begitu berharga. Poin sebelum terakhir, akhirnya aku diterima masuk jurusan Hubungan Internasional di Universitas Indonesia dengan jalur undangan. Wow, jurusan yang sangat bergengsi untuk kawula muda sekarang. Mimpi apa kamu, Haneen?

Untuk menjadi seorang diplomat ternyata tidaklah mudah. Lika-liku politik yang begitu rumit, serta penguasaan isu-isu nasional ataupun internasional. Yang juga tak kalah penting, seorang diplomat itu harus handal mencari solusi. Karena banyaknya kesepakatan yang dibuat antara badan hukum atau pihak pemerintah Indonesia dengan pihak asing. Nah, di sinilah diplomat harus turut berperan.

Satu tahun. Tiga tahun. Empat tahun, akhirnya gelar S.Sos kusandang. Hari itu, kulihat dua pahlawanku menitikkan air mata karena keberhasilanku, berkat kegigihanku yang tak sia-sia ini. Oke, petualangan itu baru saja di mulai. Semakin sulit jalan menuju suatu tempat, sesungguhnya akan ada sebuah kepuasan tersendiri saat titik akhir perjalanan itu tercapai. But It takes times and you have to enjoy the process!

 Setelah gelar itu kusandang, bukan berarti studiku selesai begitu saja. Petualangan ke dua pun dimulai. Kulanjutkan studi pasca sarjanaku dengan jurusan yang tak kalah menarik, yaitu ilmu hukum. Di sinilah, keterkaitan antara hubungan international dan hukum semakin erat. Ternyata untuk menjadi seorang diplomat, harus memiliki karakter yang  nasionalis, ramah, siap membantu, dan pastinya tahan banting. Tak memakan waktu yang cukup lama untuk menuntaskan jurusan ini. Dan akhirnya.... diplomat, aku datang ....

 Orang tuaku begitu bangga dengan prestasi melejitku ini. Dari aku yang sebelumnya hanyalah seorang penunggu impian, dan sekarang aku lah pengejar impian itu. Menakjubkan!

 Awal mula mencalonkan diri untuk menjadi seorang diplomat aku bingung. Gimana daftar nya? gimana prosesnya? Pokoknya memusingkan sekali deh. Beruntung, ayah punya sahabat karib yang bekerja sebagai duta besar di kedutaan Indonesia untuk Turki. Beliau yang mengurus seluruh adminisrasi, berkas pendaftaran, dan yang lain sebagainya. Wah, benar-benar proses yang cukup rumit dan panjang.

 Sebulan, dua bulan, lalu tiga bulan berlalu. Dunia maya itu mengabarkan bahwa doa itu sebuah keajaiban. Aku lolos tes di kementerian luar negeri.

 "Congratulations, Haneen." Peluk Mama dan Papa. Betapa bahagianya aku, tak menyangka petualangan itu sudah sejauh ini. Sedikit lagi ya, sedikit lagi. Hingga akhirnya aku menjadi seorang diplomat, sebagai sekretaris ketiga. Ini adalah suatu hal yang patut disyukuri. Meski belum mencapai duta besar, tapi tak mengapa. Toh aku sudah mendapatkan apa yang ku impikan selama ini. Jalan panjang di hadapanku masih terus membentang..

 Oke, petualanganku kali ini selesai. Adventure awaits telah berakhir. Aku sudah mencapai impian diplomatku. Menjadi seorang wanita yang begitu tangguh dalam berbagai hal, dan pastinya tak bergantung kepada siapapun selama aku mampu untuk mengerjakannya sendiri.

Thanks a billion, Naira.

Darimu aku belajar bahwa orang yang meraih kesuksesan tidak selalu orang yang pintar. Tapi orang yang meraih kesuksesan adalah ia yang gigih dan pantang menyerah. The journey of a thousand miles begins with one step.

Lalu, bagaimana kabar Naira sekarang?

Ia pernah bilang 'we are born to wander'. Gadis penakluk mimpi itu memang begitu mengesankan. Ia memang gadis penjual donat keliling, tapi kejeniusannya membuahkan hasil yang begitu menakjubkan. Siapa sangka, ia sekarang sudah menjadi seorang jurnalis profesional yang namanya telah melanglang buana hingga ke manca negara.

Ketekunannya dalam menulis untuk mewujudkan mimpinya, dan keaktifannya yang sangat luar biasa itu menarik salah satu pembeli donat langganannya untuk menyekolahkannya hingga jenjang perkuliahan. Naira lulusan dari salah satu universitas ternama di kota yang terkenal dengan sebutan kota Atlas, Semarang. Universitas Diponegoro menjadi saksi bisu perjalanannya di Program studi Ilmu Komunikasi yang masih menjadi bagian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kamu hebat, Naira. Believe you can and you're halfway there. 

Selalu ada bintang yang menemani sang malam, walau terkadang awan harus menutupinya. Selalu ada cahaya yang menerangi kegelapan, walau terkadang angin berhembus menundukkannya. Akhir selalu tak sejalan seperti awal bermula. Selalu ada alur yang membelokkan waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun