Dalam perkembangan dunia dan teori Hubungan Internasional, beberapa kali terjadi perdebatan besar antara paradigma -- paradigma yang ada dalam HI itu sendiri dan dipimpin oleh tokoh tokoh HI yang sudah tak asing lagi.
Namun yang akan kita bahas dalam tulisan ini adalah perdebatan besar kedua dalam Hubungan Internasional, yaitu perdebatan antara Realisme dan Behaviorisme atau biasa juga disebut sebagai perdebatan "Traditionalism versus Scientism". Perdebatan ini terjadi karena pertentangan atau perbedaan pandangan antara sarjana " HI ilmiah" yang ingin menekankan penggunaan metodeologi ilmiah dalam mengkaji  teori Hubungan Internasional dengan serjana HI yang lebih memilih atau menyukai pendekatan melalui sejarah atau historis terhadap teori Hubungan Internasional. Karena itulah , perdebatan ini lebih dikenal dengan perdebatan antara "Traditionalism versus Scientism"
Perdebatan besar kedua yaitu antara Tradisionalis dan Scientis ini berlangsung pada sekitar tahun 1960-an, perdebatan ini pada dasarnya adalah debat metodologis seputar keyakinan para Behavioralis atau kaum Scientist bahwa Hubungan Internasional hanya bisa maju sendiri dengan menerapkan metode-metode ilmu pengetahuan naturalis.Â
Kaum Behavioris ini percaya bahwa Hubungan Internasional itu terlalu terlalu didominasi oleh para sejarawan, yang mereka beri label atau sebutan sebagai kaum Tradisionalis, yang berpandangan bahwa Hubungan Internasional harus dikembangkan melalui metode historisis yang lebih interpretatif. Fokus behavioris adalah pada pengamatan, analisis , hipotesis, menyiratkan hubungan sebab akibat, harus menggunakan pengujian empiris. Dengan cara itu pengetahuan dalam Hubungan Internasional dapat semakin dibangun, dan memungkinkan intuisi yang lebih besar  dalam kemajuan dan pengembangan teori HI.
Perdebatan besar kedua dalam dunia Hubungan Internasional ini dipimpin oleh tokoh -- tokoh besar dan ternama seperti Hedley Bull dari pihak Tradisionalis, dan Morton Kaplan dari pihak Behavioris. Ada juga tokoh-tokoh lain yang bisa dikenali di kedua sisi, seperti Carr dan Schelling, tetapi argumen dari Bull dan Kaplan yang menjadi inti dari perdebatan.
Meskipun kaum Tradisionalis mengakui perkembangan pesat metode ilmiah di Amerika, Tradisionalis berpendapat bahwa pasang surut politik global haruslah bersifat interpretatif, karena kita tidak dapat memaksakan sistem yang rapi pada suatu bidang yang memiliki begitu banyak variabel.
Hedley Bull dari pihak yang tradisionalis berpendapat, bahwa dengan "standar verifikasi dan pembuktian yang ketat seperti itu, hanya ada sedikit signifikansi yang dapat dikatakan tentang hubungan internasional" . Kaplan dari pihak Behavioris membantah pendapat kaum Tradisionalis dengan berargumen bahwa analisis kaum Tradisionalis terlalu luas yang berarti bahwa generalisasi diterapkan tanpa pandang bulu pada rentang waktu dan ruang yang sangat besar.Â
Mereka secara cukup longgar menyatakan hampir tidak ada peristiwa yang tidak konsisten menurut kaum mereka dan karena itu, hal tersebut tidak akan melakukan atau memberikan pengaruh apapun untuk meningkatkan pemahaman atau pengembangan teori
Hubungan Internasional. Bagi para kaum Behavioris, sebuah teori yang tidak dapat dipalsukan seperti pandangan Tradisionalis sama sekali bukanlah teori, tetapi lebih merupakan gagasan subyektif untuk dipercaya atau tidak dipercaya (Bull, 1966)
Behavioralisme juga dikritik atas kelemahan yang dibawanya ke dalam studi Hubungan Internasional. Pandangannya ini  berakar pada positivisme dan penerapannya yang ketat berarti menolak faktor-faktor yang tidak dapat diukur, seperti persepsi dan motivasi manusia dan juga akan mencegah pengembangan teori-teori normatif karena hanya berfokus pada empiris yang tidak dapat diuji
Selain tuduhan terhadap gagalnya memahami nuansa sosial, kritik juga ditujukan pada Behavioralisme mengenai praktik awalnya yang dengan sengaja memisahkan teori dan nilai dari suatu observasi.Â
Behavioralis membalas kritik-kritik ini dengan sebagian besar mengakui nilai-nilai potensial pengetahuan yang dihasilkan oleh metode penelitian lain, seperti pengakuan Kaplan terhadap kontribusi Bull tentang literatur pengendalian senjata, tetapi mereka berhak menguji kemampuan asumsi mereka sendiri dengan cara empiris. Behavioris bahkan mengakui dan memperbaiki kelemahan mereka yang mereka rasakan sendiri, seperti kritik Hempel dan Popper terhadap pandangan ''induktif sempit'' dan ketidakmungkinan beberapa jenis teori atau nilai-nilai tetap hilang dari suatu pengamatan. Maka dengan demikian menempatkan positivisme pada jalur yang lebih deduktif daripada induktif.
Behavioralisme sebenarnya tidak pernah bertujuan untuk menjadi sebuah teori pengganti, tetapi menjadi sarana untuk menemukan teori baru dan memfasilitasi gagasan yang diberikan Thomas Kuhn, yaitu "area penelitian baru terlepas dari yang sudah ada atas dasar suatu contoh yang baru".Â
Akan tetapi, apakah para penganjurnya menginginkannya atau tidak, Behavioralisme menjadi ortodoksi dan pemenang Debat, kekuatan kunci atas kemenangannya dalam perdebatan dengan Tradisionalisme adalah kemampuan para peneliti untuk mereplikasi dan menganalisis proses dan temuan rekan-rekan mereka, dengan dampak termasuk dorongan kerja yang rajin dan terperinci pekerjaan oleh para ahli teori Hubungan Internasional , dan bahwa positivis Amerika dipandang sebagai mesin yang lebih besar dari wacana teori politik.
Dua paradigma teori HI dengan pandangan bertolak belakang ini bersaing untuk mendapatkan perhatian kita: yang satu dengan pendekatan klasik dan yang lainnya dengan pendekatan ilmiah.
Pendekatan secara klasik yang berdasarkan dari filsafat, sejarah, dan hukum, dan yang dicirikan terutama oleh ketergantungan eksplisit pada pelaksanaan penilaian dan asumsi, bahwa jika kita membatasi diri pada standar verifikasi dan pembuktian yang sangat ketat, maka akan ada sangat sedikit signifikansi yang dapat dikatakan tentang hubungan internasional, bahwa proposisi umum tentang subjek ini karenanya harus berasal dari proses persepsi atau intuisi yang secara ilmiah tidak sempurna, dan bahwa proposisi umum ini tidak dapat diberikan apa pun selain status tentatif dan tidak meyakinkan yang sesuai dengan asal usulnya yang meragukan. Pendekatan ilmiah berkontribusi sangat sedikit pada teori IR dan sangat berbahaya.
Dalam Hubungan Internasional, ada begitu banyak perdebatan antar paradigma dengan memiliki pandangan berbeda -- beda  sehingga terjadi banyak fragmentasi. Perdebatan besar seperti debat antar paradigma ini tidak selalu berujung pada sesuatu yang buruk, karena keberagaman sangat penting untuk terjadinya sebuah evolusi. Dan melalui  perdebatan besar, teori Hubungan Internasional telah dan semakin berkembang. Dan aspek -- aspek serta hasil dari satu debat yang sudah terjadi akan membantu dan mendorong munculnya debat -- debat selanjutnya. (Benneyworth, 2011)
Referensi :
Benneyworth, I. (2011, May 20). The 'Great Debates' in international relations theory. Retrieved from e-international relations students
Bull, H. (1966). International Theory: The Case for a Classical Approach. World Politics 18(3), 361-377.
Kaplan, M. 1966. The New Great Debate: Traditionalism vs. Science in International Relations. In: Â Linklater, A. 2000. International relations : critical concepts in political science. London ; New York: Routledge. pp. 377-393
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H