Kupeluk malam dengan air mata sunyi,
Meraba jejak langkah yang tertinggal abu,
Ya Rabb, adakah cinta ini benar menghampiri?
Ataukah hanya angin yang berlalu tak tentu?
Kau adalah samudra yang tak bertepi,
Namun sering kali bidukku hanyut ke pantai lain,
Hanya saat badai mengguncang hati,
Kusadari, Kau-lah dermaga dari semua penantian.
Ya Allah, ampuni jiwa yang sering alpa,
Yang merindukan kasih-Mu hanya kala luka,
Cinta ini seharusnya adalah bintang,
Menyala terang meski malam kian kelam.
Kini ku serahkan hatiku dalam genggaman-Mu,
Ajari aku setia, meski badai menyentuh arah,
Biarkan cinta ini menjadi zikir yang abadi,
Berdenyut dalam setiap hembusan nafas yang pasrah.
Di balik cakrawala, ada asa menanti,
Mengintip dari sela-sela kabut pagi,
Menyapa jiwa yang rindu perubahan,
Menyulam mimpi menjadi kenyataan.
Tahun baru bukan tentang pesta atau sorak,
Namun nyala api kecil yang diam dan tegak,
Ia membakar pelan keraguan dalam jiwa,
Menyala terang, menuntun arah kita.
Dan di setiap langkah yang kulalui nanti,
Aku ingin menjadi nada di simfoni ini,
Mengisi hidup dengan melodi kebajikan,
Menutup tahun dengan indahnya kesyukuran.
Jadilah mentari di langitmu sendiri,
Yang tak gentar meski hujan menghalangi,
Tahun baru adalah puisi yang mesti digubah,
Dengan cinta, harapan, dan jiwa yang tabah.
Pukul 24.01, 1 Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H